JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia mempunyai modal dan daya tahan untuk terus memacu pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian perekonomian global. Momentum ini bisa buyar karena kegaduhan politik dan lemahnya sisi suplai yang masih menjadi basis ekonomi nasional.
Demikian benang merah pemikiran sejumlah narasumber dalam acara Kompas100 CEO Forum, di Jakarta, Rabu (28/11/2012). Acara bertajuk ”CEO Bicara, Kabinet Mendengar: Tumbuh Lebih Tinggi atau Stagnan” ini dihadiri sebagian besar CEO dan pemimpin perusahaan dari emiten yang masuk indeks Kompas100.
Acara digelar dalam dua sesi. Sesi pertama menampilkan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal M Chatib Basri. Moderatornya adalah Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono.
Sesi kedua menghadirkan Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini, Direktur Utama Aneka Tambang Alwin Syah Lubis, dan Komisaris Utama Ciputra Property Ciputra. Moderatornya adalah ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali.
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama membuka acara ini. Sementara Wakil Presiden Boediono memberikan pemikiran dan tanggapan di tengah acara. Boediono juga berdialog dengan peserta.
Boediono memaparkan tantangan situasi global yang penuh dengan ketidakpastian. Dalam kondisi yang tak bisa diprediksi seperti ini, strategi yang paling masuk akal adalah menyiapkan kondisi domestik.
Persiapan ini, menurut Boediono, harus dijabarkan ke semua segi, mulai dari ekonomi sampai politik. Intinya, baik politik maupun ekonomi harus berkonsolidasi dan solid melakukan hal-hal yang produktif, dengan orientasinya menjaga Indonesia tetap melaju dalam gelombang ketidakpastian global, bahkan meraih kesempatan yang ada.
Dari sisi politik, Boediono menegaskan jangan sampai terjadi kegaduhan politik. Belajar dari pengalaman negara lain, lanjutnya, kegaduhan politik hanya akan menyebabkan deadlock politik hingga berujung pada konflik yang akhirnya menimbulkan keguncangan domestik.
Akibatnya, kata Boediono, pemerintah tidak dapat mengambil keputusan yang diperlukan untuk menghadapi bahaya yang datang dari luar atau bahaya yang sudah akumulatif sehingga semakin membebani negara.
”Yang paling pertama kita harus jaga adalah jangan sampai terjadi kegaduhan di dalam kapal kita sendiri. Ini yang paling penting menurut saya,” ujarnya.
Penegasan Boediono ini juga menanggapi pertanyaan Direktur Utama Bank Tabungan Negara Iqbal Latanro. Menurut Iqbal, saat ini hampir tidak ada pihak yang meragukan kondisi makroekonomi Indonesia. Meski demikian, dalam pembangunan ada pula faktor non-ekonomi yang harus menjadi perhatian.
”Saya pikir, waktunya sekarang bagi kita untuk mulai memperbaiki faktor non-ekonomi di dalam pembangunan. Faktor ekonomi dimaksud, antara lain, berupa kepastian hukum dan kondisi politik yang stabil dan berkelanjutan,” kata Iqbal.
Dorong produktivitas
Dari sisi ekonomi, Boediono berpendapat, semua pemangku kepentingan tidak bisa hanya mengandalkan sisi permintaan yang selama ini telah menjadi basis ekonomi nasional. Alasannya, bangunan semacam itu tidak berkelanjutan jika tak diimbangi dari sisi suplai. Persoalannya, sisi suplai yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan justru masih bermasalah.
”Yang ingin saya garis bawahi, kita jangan terpaku pada sisi permintaan. Sangat-sangat penting untuk membuat laju bahtera kita semakin cepat untuk menstabilkan laju pertumbuhan kita dari sisi suplai,” lanjutnya.