Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendala Infrastruktur

Kompas.com - 10/12/2012, 03:15 WIB

M Clara Wresti

PT Unilever Indonesia Tbk telah berada di Indonesia sejak 78 tahun lalu. Dulu, ketika pertama kali berdiri tahun 1933, Unilever bernama Lever’s Zeepfabrieken NV. Di lokasi pertamanya, di Angke, Jakarta Barat, Unilever memproduksi sabun cuci bernama Sunlight, kemudian berturut-turut memproduksi margarin Blue Band dan sabun mandi Lux.

Kini perusahaan asal Belanda ini menjadi salah satu perusahaan besar yang sahamnya menjadi rebutan. Kinerja pada tahun 2011 sangat cemerlang dengan penjualan bersih mencapai Rp 23,5 triliun dan pertumbuhan penjualan mencapai 17 persen.

Penjualan yang sangat baik tersebut ditopang oleh dua usaha utama, yakni Home & Personal Care dengan penjualan bersih sebesar Rp 17,2 triliun dan Foods & Beverages sebesar Rp 6,3 triliun. Dari hasil riset mereka diketahui bahwa ada setidaknya satu produk Unilever digunakan di setiap rumah tangga di Indonesia.

Pertumbuhan yang baik itu dihasilkan dari inovasi yang terus dilakukan oleh Unilever. Inovasi telah menciptakan nilai lebih sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menyajikan produk-produk yang terus disempurnakan.

Inovasi tidak hanya dilakukan pada produk, tetapi juga dalam upaya mengurangi jejak lingkungan dari kemasan produk Unilever yang dipakai.

”Inovasi menjadi tulang punggung bagi perusahaan kami. Inovasi juga yang telah menyelamatkan perusahaan dari kelesuan pasar pada tahun 2010,” kata Maurits Daniel Rudolf Lalisang, CEO PT Unilever Indonesia, Tbk.

Bagaimana inovasi dilakukan di produk Unilever?

Ada beberapa inovasi yang kami lakukan dan itu menjadi portofolio perusahaan kami, misalnya dari kemasan. Kami menyediakan saset, botol, dan kemasan tekan (pump dispenser). Beragamnya kemasan ini membuat produk kami menjadi terjangkau. Kualitas tidak berbeda, hanya ukuran yang berbeda. Selain itu, kami juga menyediakan beragam pilihan merek untuk jenis produk yang sama. Contohnya untuk perawatan wajah. Kami mempunyai Citra untuk yang harganya sangat terjangkau. Kemudian Fair & Lovely, lalu Ponds, dan yang paling atas adalah Ponds Premium. Dengan beragam merek ini, kami memberikan alternatif bagi konsumen.

Di Indonesia, Unilever menjadi pemimpin pasar. Bagaimana perusahaan tetap mempertahankan posisi tersebut?

Hampir semua produk kami menjadi pemimpin dalam segmennya. Hanya produk deterjen yang menempati posisi kedua dalam pangsa pasar. Walau telah menjadi pemimpin pasar, kami ingin terus memperluas pasar. Jika pasar makin luas, pendapatan kami pun akan membesar karena kami menjadi pemimpin. Ada beberapa cara yang kami lakukan. Yang pertama adalah mendorong konsumen memakai produk kami lebih banyak. Contohnya, pelembut kulit Citra. Dulu orang memakai lotion kulit hanya pada tangan dan kaki. Sekarang kami mendorong untuk memakai lotion itu di seluruh tubuh. Kami buka Rumah Citra, tempat konsumen bisa merasakan dipijat dengan Citra. Demikian juga dengan deodoran. Banyak orang tidak peduli dengan deodoran. Lalu kami ciptakan deodoran dengan kemasan saset. Mereka pun mau mencobanya. Setelah mencoba, mereka merasa lebih percaya diri dan akhirnya tergantung pada deodoran produk kami. Mulailah mereka membeli dalam bentuk roll-on dan akhirnya semprot.

Bagaimana inovasi untuk produk makanan dan minuman?

Sama saja. Magnum dikemas menjadi sesuatu yang sangat mewah, membuat masyarakat tertarik untuk mencoba. Di Grand Indonesia, pengunjung harus antre untuk bisa merasakan es krim Magnum. Pertama-tama kami perkenalkan Belgium Chocolate yang rasanya memang sangat enak. Lalu kami buat versi Gold. Di saat yang sama, kami ajak konsumen untuk bereksperimen membuat es krim cokelatnya sendiri. Pengalaman ini yang tidak didapatkan konsumen di tempat lain.

Menjadi pemimpin di segmennya tentu juga memengaruhi harga. Bagaimana Unilever bisa menjaga harganya tetap bisa terjangkau?

Masalah harga memang sangat penting. Untuk bisa menekan agar benar-benar murah, kami memakai mesin-mesin yang modern dan dengan kecepatan tinggi. Ini yang membuat 15 persen dari produk kami harganya tidak lebih dari 10 sen euro. Sementara 60 persen dari produk kami harganya tidak lebih dari 60 sen euro. Demikian murahnya produk kami membuat Unilever Indonesia ditunjuk sebagai regional sourcing untuk beberapa produk. Misalnya untuk teh, pabrik Australia dan Singapura ditutup. Mereka memakai produk teh dari kami. Demikian juga pasta gigi yang dibuat di Rungkut, Surabaya, kami ekspor ke Filipina. Lalu peralatan mandi Dove kami ekspor ke Jepang.

Bagaimana dengan limbah dari kemasan plastik yang banyak digunakan produk Unilever?

Kami memang berupaya terus-menerus untuk mengurangi jejak lingkungan dari kemasan produk kami. Beberapa hal yang sudah kami lakukan adalah mengajak komunitas-komunitas di masyarakat untuk mendaur ulang kemasan plastik untuk menjadi tas, payung, dompet, dan sebagainya. Namun, kini kami sedang bekerja sama dengan beberapa universitas untuk membuat formula atau cara bagaimana mengurangi sampah plastik ini.

Unilever telah membuka lapangan kerja bagi 6.043 karyawannya dan 30.000 lapangan kerja yang berkaitan dengan Unilever. Namun, keuntungan Unilever akhirnya dibawa ke luar negeri karena Unilever adalah modal asing. Bagaimana Anda melihat persoalan tersebut?

Sebenarnya tidak hanya lapangan kerja. Kami juga membayar pajak. Selain itu, kami juga terus berupaya untuk menanamkan modal lebih besar lagi di sini. Tahun 2011 belanja modal kami mencapai Rp 1,7 triliun, sedangkan untuk total selama tiga tahun terakhir mencapai Rp 4,2 triliun. Kami berupaya agar yang kembali ke Indonesia semakin besar lagi.

Tantangan ke depan?

Yang kami hadapi sekarang adalah masalah infrastruktur. Akibat kemacetan di jalan, distribusi kami menjadi terganggu. Semoga masalah ini bisa segera diselesaikan.

Ada kiat khusus dari Anda agar tetap energik saat memimpin perusahaan besar ini?

Selalu berolahraga dan main musik. Kedua hal ini saya lakukan di kantor karena perusahaan telah menyediakan untuk karyawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com