Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Mutual Menjadi PT, Munculkan Kontroversi

Kompas.com - 25/02/2013, 04:24 WIB

Perkembangan asuransi dunia pun menunjukkan, usaha asuransi yang berbentuk usaha bersama semakin lama jumlahnya semakin sedikit karena ada kecenderungan mereka merger, atau mengalami demutualisasi.

Selain itu, kata Firdaus, dalam badan usaha berbentuk usaha bersama, nasabah pemegang polis sekaligus juga sebagai pemegang saham usaha bersama tersebut.

"Jadi apabila untung, pemegang polis juga menerima dividen. Namun, sebaliknya, jika badan usaha itu mengalami kerugian, pemegang polis juga harus turut menanggung kerugian. Nah, ini yang sering menjadi persoalan. Apakah hal itu dijalankan, apakah pemegang polis mau menderita kerugian," ujarnya.

Perlu Reasuransi BUMN

Pakar Perasuransian, Abduh Sudiyanto, mengatakan DPR dan Pemerintah sebaiknya kembali mengoperasikan perusahaan reasuransi BUMN yakni PT Reasuransi Umum Indonesia. Ini bertujuan untuk menjaga potensi terjadinya outflow dari industri asuransi di Indonesia.

"Perusahaan reasuransi yang dulu harus dihidupkan kembali karena itu sebagai penjaga uang kita keluar dan sekaligus penghasil devisa dari luar," ujar Abduh Sudiyanto.

Menurut dia, salah satu negara yang dapat menjadi contoh dalam usaha peransuransian adalah Inggris. Inggris memanfaatkan industri asuransinya sebagai sarana untuk memperoleh pendapatan negara. Sehingga, memiliki pendapatan yang tidak tampak dari premi-premi seluruh dunia yang masuk ke negara tersebut. "Pendapatan Inggris begitu besar sekali dari premi yang masuk," ujar dia.

Artinya, keberadaan industri asuransi membutuhkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah untuk mengoperasikan kembali PT Reasuransi Umum Indonesia. Kalau bisa, Indonesia bisa mendapatkan dana yang masuk dari luar.

Sementara itu, Presiden Direktur Maipark, Frans Sahusilawane mengatakan, pada tahun 1954, Indonesia mendapatkan pendapatan negara yang 60 persen berasal dari kegiatan asuransi dengan keberadaan perusahaan reasuransi.

Pendapatan perusahaan reasuransi tersebut berasal dari berbagai negara termasuk Rusia, Rumania, Yugoslavia hingga Argentina. Perusahaan yang dimaksud adalah PT Reasuransi Umum Indonesia.

Ia menilai, PT Reasuransi Umum Indonesia berhenti beroperasi karena beberapa kelemahan. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan terhadap usaha reasuransi sehingga perusahaan tersebut beroperasi dengan nominal rupiah. Akibatnya, rupiah mengalami depresiasi.

"Secara teknik, rupiah lemah saat itu dan terus terdepresiasi terus nilai neracanya sehingga, dalam takaran internasional rupiah makin mengecil terus," kata Frans Sahusilawane.

Lalu, perusahaan tersebut membentuk sebuah perusahaan reasuransi, yang dikenal dengan PT Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo). Meskipun baru, saat ini Reindo berkembang baik dan menjadi terbesar di Indonesia. Ini merupakan 100 persen anak perusahaan BUMN yang run-off.

Menurut dia, saat ini Indonesia dinilai sudah sangat memungkinkan untuk kembali membentuk perusahaan reasuransi dengan menggunakan RUU Usaha Peransurasian sebagai payung hukumnya. Apalagi, saat ini rupiah relatif stabil terhadap mata uang internasional. "Jadi, base neraca kita tidak akan tergerus, kemudian pengetahun kita terkait industri asuransi sudah lumayan bagus," kata dia.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak mengatakan, industri asuransi membutuhkan dana sekitar Rp 3 triliun hingga Rp 4 triliun untuk membentuk perusahaan BUMN reasuransi bermodal besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com