Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nih, Cara Menghitung Pajak Tanah yang Anda Beli!

Kompas.com - 30/04/2013, 12:00 WIB

KOMPAS.com - Pada saat melakukan jual-beli tanah dan bangunan, baik pembeli maupun penjual tentu akan dikenakan pajak. Penjual akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas uang pembayaran harga tanah yang diterimanya, sedangkan Anda, misalnya, sebagai pembeli akan dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya. Nah, sudah tahu cara menghitungnya?

Perlu diketahui, BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli tanah, melainkan juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lainnya. Pada transaksi jual-beli tanah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan itu, yaitu pembeli.

Dalam rangka pembayaran BPHTB oleh Anda sebagai pembeli, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah ini adalah harga transaksi. Ini jelas berbeda, misalnya, dengan tukar menukar, hibah atau warisan, yang dasar NPOP-nya menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP).

Nilai Perolehan Obyek Pajak atau harga transaksi bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tergantung dari kesepakatan penjual dan pembeli. Terkadang, harga transaksi itu bisa juga sama dengan nilai NJOP.

Namun, apabila harga transaksi lebih kecil dari NJOP, maka yang menjadi dasar penentuan NPOP adalah nilai NJOP. Sebaliknya, jika harga transaksi lebih besar dari NJOP, maka nilai penentuan NPOP berdasarkan harga transaksi tersebut, yaitu nilai paling tinggi di antara NPOP dan NJOP.

NPOPTKP

Selain NPOP dan NJOP, faktor lain perlu Anda perhatikan dalam menentukan besarnya BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP adalah nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.

Contohnya? Jika harga transaksi tanah Rp 100.000.000, maka sebelum harga transaksi tersebut dikenakan tarif BPHTB (5 persen), terlebih dahulu harga transaksi itu dikurangi NPOPTKP. Misalnya. dikurangi NPOPTKP sebesar Rp 80.000.000 untuk daerah DKI Jakarta. Hal ini akan membuat nilai pajak pembeli lebih kecil dibandingkan nilai pajak penjual, karena penjual tidak dikenakan NPOPTKP.

Contoh menghitung BPHTB

Tentunya, setiap daerah memiliki penetapan NPOPTKP berbeda-beda, tergantung peraturan daerah tersebut. Untuk wilayah DKI Jakarta misalnya, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.000 untuk transaksi jual beli tanah dan Rp 350.000.000 untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah.

Anda membeli tanah milik si A dengan nilai jual beli sebesar Rp 200.000.000. Maka, pajak penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:

Pajak Pembeli (BPHTB)

  • NPOP: Rp 200.000.000
  • NPOPTKP: Rp 80.000.000
  • NPOP Kena Pajak : Rp 120.000.000
  • BPHTB: : 5 % x Rp 120.000.000 = Rp 6.000.000

Pajak Penjual (PPh)

  • NPOP: Rp 200.000.000
    NPOP Kena Pajak: Rp 200.000.000
    PPh: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000

(Oleh Dadang Sukandar/Praktisi hukum dan penulis di Legalakses.com)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com