Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melek Kereta Api

Kompas.com - 02/05/2013, 09:18 WIB

KOMPAS.com - Belanda telah menjajah selama 350 tahun dan praktis menimbulkan kemiskinan bagi bangsa Indonesia. Namun, Belanda sebenarnya meninggalkan bekal yang sangat penting bagi pertumbuhan transportasi, yakni rel kereta.

Sayang, banyak peninggalan Belanda yang sangat dibutuhkan saat ini itu ternyata terbengkalai. Bahkan 30 persen dari peninggalan itu sudah rusak atau hilang sama sekali. Padahal, studi transportasi saat ini, kereta adalah moda transportasi yang sangat menjawab tuntutan zaman. Kereta mempunyai daya angkut besar, bisa mengurangi kepadatan lalu lintas, irit bahan bakar, dan tidak menghasilkan polusi udara.

Kereta bukanlah moda angkutan zaman dulu. Kereta memang tercipta sejak tahun 1804. Namun, teknologi kereta juga terus berkembang. Di Shanghai, masyarakat bisa menikmati perjalanan dari Bandara Internasional Pudong Shanghai menuju pusat kota Shanghai, hanya lima menit dengan menikmati kereta Maglev. Kereta modern buatan Jerman ini memakai teknologi magnet dan bisa dipacu hingga 400 kilometer per jam.

Kereta TGV di Perancis juga bisa dipacu dengan kecepatan 515 kilometer per jam. Pengoperasiannya juga sangat mudah dan serba otomatis.

Namun, kemajuan kereta seperti itu tidak dilirik Indonesia. Indonesia lebih memilih mengembangkan jalan raya dibandingkan mengembangkan jalan kereta. Padahal, pengembangan jalan raya membutuhkan anggaran yang jauh lebih besar daripada rel.

Syukurlah, Pemerintah Indonesia mulai melek kereta sejak delapan tahun lalu, tetapi kondisinya sudah agak terlambat. Jaringan rel kereta api di Jawa, Madura, dan Sumatera, yang dibangun Belanda, sebenarnya mencapai 6.482 kilometer. Namun, saat ini yang beroperasi hanya 4.360 kilometer. Sisanya yang 2.122 kilometer sudah tidak jelas keberadaannya. Ada yang relnya sudah hilang sama sekali, ada yang tertutup bangunan dan permukiman, dan ada juga yang sudah tertutup jalan.

Hilangnya rel yang sangat panjang ini tentu menjadi ironi. Di saat kita membutuhkan jalan rel kereta, rel yang sudah dibangun malah hilang.

Kini, saat pemerintah ingin menghidupkan kembali rel kereta, baik mengaktivasi maupun membangun baru, kendalanya cukup banyak.

Kendala yang dihadapi adalah dana. Dana ini untuk pembebasan lahan dan pembangunan. Namun, dana bukanlah masalah jika pemerintah mempunyai komitmen yang besar terhadap kereta. Misalnya saja, kereta menjadi kata yang pertama diingat saat pemerintah ingin melakukan pembangunan transportasi. Saat pemerintah ingin meningkatkan kelancaran logistik, seharusnya yang pertama diingat adalah membangun rel kereta untuk trans-Sumatera. Perlu mempertimbangkan kembali pembangunan jalan tol atau Jembatan Selat Sunda.

Pembangunan Jembatan Selat Sunda diperkirakan akan menelan biaya Rp 200 triliun. Bayangkan jika dana itu dipakai untuk membangun jaringan kereta dwiganda berkecepatan tinggi di lintas Sumatera. Arus lalu lintas logistik dan penumpang niscaya akan sangat lancar di Sumatera. Apalagi jika diiringi dengan pembenahan di Pelabuhan Merak-Bakauheni, seperti dermaga diperbanyak, kapal feri dimodernkan, tarif wajar diterapkan, dan sejumlah kemudahan diberikan. Pertanyaannya, maukah pemerintah?(M Clara Wresti)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com