Jakarta, Kompas
Direktur Keuangan PT PLN Setio Anggoro Dewo menyampaikan hal itu, Minggu (5/5), di Jakarta. Dengan demikian, tidak terjadi penggunaan uang negara untuk menghindari kegagalan bayar atas obligasi itu.
Sebelumnya Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, mempertanyakan metode pengelolaan dan pertanggungjawaban dana obligasi PT PLN tahun 2012.
Menurut Dewo, dalam pengelolaan dana obligasi internasional, PT PLN harus memenuhi rasio cakupan bunga terkonsolidasi (consolidated interest coverage ratio/CICR). Angka CICR atau rasio laba sebelum bunga, pajak, penyusutan amortisasi (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization/EBITDA) berbanding bunga tahun berjalan PT PLN harus minimal dua kali. ”CICR PT PLN tidak ada masalah sesuai ketentuan minimal dua kali,”
Namun, Dewo mengakui, PT PLN nyaris tidak dapat memenuhi persyaratan pinjaman dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk mendanai berbagai proyek kelistrikan PT PLN pada akhir 2012. Dalam mengucurkan pinjaman, Bank Dunia dan ADB mensyaratkan rasio cakupan layanan utang atau rasio pembayaran utang (debt service coverage ratio/DSCR) minimal 1,5 kali. Jadi, EBITDA dibagi cicilan utang plus bunga harus minimal 1,5 kali.
Menurut Dewo, per 31 Desember 2012, DSCR PLN tidak mencapai 1,5 kali jika tidak ada tambahan subsidi dari pemerintah. ”Jadi, PT PLN butuh tambahan subsidi Rp 5,4 triliun agar bisa tetap meminjam dana dari Bank Dunia dan ADB selama tahun 2013 untuk mendanai proyek-proyek kelistrikan PLN,” kata Dewo.
Karena itu, pemerintah menggelontorkan subsidi Rp 5,4 triliun untuk PT PLN. Tambahan subsidi itu diperlukan lantaran ada beberapa asumsi makroekonomi dalam APBN yang berubah, antara lain pertumbuhan penjualan listrik mencapai 10 persen atau melampaui target sebesar 7 persen. Selain itu, biaya pokok penyediaan listrik naik antara lain karena kenaikan harga bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik.
”Ini bukan kesalahan pemerintah dan DPR, tetapi memang karena estimasi asumsi makro tidak sesuai dengan realisasi,” ujarnya. Tambahan subsidi Rp 5,4 triliun itu diklaim tidak bermasalah karena realisasi subsidi listrik Rp 103 triliun sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Terkait layanan listrik, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada tahun ini membantu koperasi di daerah yang belum terjangkau layanan PT PLN. Bantuan itu diwujudkan melalui penguatan modal untuk membangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro.
”Ada 10 koperasi yang