Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkeu : Pelemahan Rupiah Akibat Pengaruh Global

Kompas.com - 10/06/2013, 17:31 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat menembus Rp 10.000 per dollar AS di pasar non delivery forward (NDF). Menteri Keuangan Chatib Basri menganggap hal tersebut sebagai pengaruh dari global.

"Saya tetap melihat situasi global masih belum menentu (uncertainty), masih begitu tinggi dan kemudian tentu juga akan berpengaruh kepada investor," kata Chatib di kantornya, Jakarta, Senin (10/6/2013).

Chatib melihat fenomena penurunan nilai tukar ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga beberapa pasar keuangan di regional. Chatib juga menepis anggapan bahwa pelemahan rupiah ini disebabkan karena defisit neraca perdagangan dan defisit anggaran yang sudah mulai melebar. "Memang defisit kita bulan kemarin 1,6 miliar dollar AS, tapi saya melihat bahwa nanti kalau harga BBM bisa dinaikkan, maka kita bisa mengaturnya," tambahnya.

Menurutnya, pelaku pasar sudah memperkirakan bahwa isu kenaikan harga BBM bersubsidi memang akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Namun Chatib mengatakan pelemahan rupiah akhir-akhir ini memang disebabkan karena pengaruh eksternal, baik global dan regional.

Namun demikian, Bank Indonesia (BI) melihat bahwa pelemahan rupiah di NDF tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Diffi A. Johansyah menuturkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS saat tidak sampai melemah sebagaimana yang tercantum dalam kontrak NDF.

"Justru yang riil adalah harga acuan JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate), karena ada transaksi yang sebenarnya dan didasarkan pada permintaan yang riil," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (10/6/2013).

Menurutnya, pelemahan nilai tukar di NDF dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Dari luar negeri, ketidakpastian kelanjutan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) membuat para investor asing memilih memegang mata uang dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

    Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

    Whats New
    Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

    Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

    Whats New
    BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

    BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

    Whats New
    Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

    Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

    Work Smart
    Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

    Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

    Whats New
    Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

    Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

    Work Smart
    Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

    Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

    Whats New
    Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

    Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

    Whats New
    Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

    Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

    Whats New
    Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

    Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

    Whats New
    Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

    Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

    Whats New
    Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

    Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

    Whats New
    Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

    Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

    Whats New
    Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

    Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

    Whats New
    Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

    Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com