Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendaki Untung dari Orang Kaya Naik Gunung

Kompas.com - 26/10/2013, 16:26 WIB

Maklum, keamanan dan kenyamanan menjadi nilai jual agen wisata mendaki gunung ini. Untuk meyakinkan konsumen, mereka pun juga sering ikut menjadi pemandu dalam pendakian. “Pengalaman dan jam terbang pemandu menjadi nilai lebihnya,” kata Dody yang mengaku telah mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia serta empat puncak gunung tertinggi di dunia.

Atau, jika tak memiliki pengalaman, Anda bisa berlaku sebagai investor. Untuk menjalankan usaha, Anda harus merekrut orang-orang yang berpengalaman sebagai pendaki gunung menjadi pemandu.

Pasalnya, pendampingan dalam perjalanan ini tak hanya dilakukan saat naik gunung saja. Pemandu atau pelatih harus menyiapkan peserta, baik secara fisik maupun mental.

Bahkan, untuk medan-medan yang cukup berat atau perjalanan dalam waktu yang lama, pendampingan bisa dilakukan sejak 3 bulan–4 bulan sebelum keberangkatan. “Karena pendakian butuh fisik yang bugar, kami merekomendasikan klien untuk rutin berolah raga,” jelas Ardhesir yang pernah merintis ekspedisi Indonesia Seven Summits pada 2010-2012 lalu.

Dia pun akan memberi CD berisi panduan olah raga yang harus dilakukan dan menu makanan yang boleh disantap. “Semua sesuai dengan standar-standar kesehatan seorang pendaki,” kata Ardhesir.

Merintis bisnis sendiri sejak 2011 silam, Dody merogoh tabungan hingga Rp 150 juta untuk membeli berbagai perlengkapan mendaki gunung. Sebut saja tenda, tas ransel, sleeping bag, toilete tend dan keperluan pendakian lain, untuk tim beranggotakan 10 orang.

Untuk menjamin keamanan dan kekuatan, ia hanya belanja peralatan dan perlengkapan adventure dari merek luar ngeri. “Biasanya, saya ambil dari Prancis, Jerman dan Inggris,” katanya. Selain itu, ia menyediakan peralatan first aid dan memiliki pengetahuan P3K untuk meyakinkan konsumen.

Pada setiap keberangkatan, ada baiknya pula, perusahaan menyediakan kontrak yang berisi kesepakatan antara klien dan penyedia jasa. Jangan lupa, ada banyak kendala dalam pendakian. “Kalau sudah ada kontrak, peserta diwajibkan untuk menaati instruksi pemandu. Jika di tengah jalan ada yang tidak sanggup, kami tak akan memaksa naik hingga ke puncak,” jelas Dody.

Untuk promosi, media sosial, seperti Twitter dan Facebook bisa digunakan. Namun yang paling ampuh adalah promosi dari mulut ke mulut. “Komunitas sangat penting, karena biasanya teman-teman komunitas lah yang akan mempromosikan,” kata Ardhesir.

Siap mendaki untung?
(J. Ani Kristanti, Melati Amaya Dori)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com