Kepala Ekonom BII Juniman berpendapat reaksi BI ini terlalu berlebihan. Sekarang ini situasi cenderung sudah membaik. Ini terlihat dari tren inflasi yang sudah menurun dan dari sisi defisit transaksi berjalan yang akan mengecil.
Menurut Juniman, kenaikan BI rate ini justru akan memperburuk keadaan karena akan membuat suku bunga perbankan naik baik yang deposit ataupun kredit. "Yang pada akhirnya akan membuat ekonomi kita slowing down tahun depan," tandas Juniman.
Makanya, target pemerintah untuk mencapai 6 persen di tahun depan sangatlah berat. Ekspetasi Juniman sendiri dengan adanya kenaikan BI rate kembali ini pertumbuhan ekonomi hanyalah tumbuh 5,5 persen-5,8 persen.
Seharusnya, kewenangan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ini banyak berada di pemerintah. Pemerintah yang harus reaktif untuk mengeluarkan kebijakan.
Ekonom Danamon Anton Gunawan melihat, kebijakan BI menaikkan BI rate ini sebagian besar dipengaruhi oleh tekanan pada mata uang dan penyesuaian perlambatan pada keseimbangan internal. Ini akibat kekhawatiran akan adanya tappering off dari The Fed kembali muncul di pasar. Sehingga, "defisit transaksi berjalan kembali muncul," tutur Anton.
BI rate yang lebih tinggi, menurut Anton, harus dapat menarik inflow lebih banyak lagi, sehingga akan berdampak positif pada rupiah.
Namun, dengan adanya pergeseran pemulihan pertumbuhan di negara-negara maju dan pelemahan di negara berkembang akan menyebabkan rupiah akan berisiko menurun.
Perkiraannya, rupiah akan bergerak di 10.714 hingga akhir tahun. (Dea Chadiza Syafina, Margareta Engge Kharismawati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.