Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/02/2014, 08:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com
— Harga cabai rawit merah melambung tinggi hingga Rp 65.000-Rp 70.000 per kilogram. Penyebabnya, stok langka menyusul letusan Gunung Kelud beberapa waktu lalu. Dampak letusan ini merusak sejumlah kebun di daerah penghasil cabai rawit merah.

Harga cabai rawit di kios milik Popong (62), pedagang sayuran dan cabai di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, naik dari Rp 40.000 menjadi Rp 60.000 per kg, Selasa (25/2).

Selain dampak letusan, curah hujan yang masih tinggi di wilayah pertanian di Jawa Barat juga mengurangi jumlah panenan yang layak jual.

Di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur, di kios milik Yanti, harga cabai rawit juga mencapai Rp 60.000 per kg. Kenaikan harga sudah terjadi sejak lima hari yang lalu

”Sebelumnya, harganya Rp 50.000 per kg,” kata Yanti. Harga cabai rawit ini jauh lebih mahal dibandingkan jenis cabai lain. Harga cabai keriting merah Rp 35.000 per kg dan cabai hijau Rp 20.000 per kg. Harga cabai lain cenderung normal meski semuanya diambil dari pasar induk.

Di kios lain, yaitu kios milik Ny Agus Salim, cabai rawit juga mengalami kenaikan menjadi Rp 70.000 per kg, dan sudah berlangsung selama empat hari. Sebelumnya, harga cabai rawit merah masih Rp 40.000 per kg. Namun, ia mengaku tidak terlalu mengetahui penyebab kenaikan harga cabai tersebut.
Pasokan tidak masuk

Menurut Sugiyono, Asisten Manajer Bidang Usaha Pasar Induk Kramatjati, harga cabai rawit merah di pasar induk memang masih tinggi sebab pasokannya tidak masuk.

Tidak masuknya pasokan cabai rawit ini karena daerah-daerah penghasil cabai rawit merah, seperti Blitar dan Kediri, Jawa Timur, mengalami gagal panen akibat terkena efek erupsi Gunung Kelud.

Sugiyono mengatakan, dalam situasi tidak ada erupsi, daerah penghasil cabai rawit merah yang pertama kali panen adalah Banyuwangi. Setelah itu disusul wilayah Kelud, kemudian Rembang, Muntilan, hingga daerah di sekitar Gunung Merapi. Namun, efek erupsi Kelud yang luas membuat daerah-daerah tersebut juga mengalami gagal panen.

”Memang ada pasokan dari daerah lain, seperti dari Manado, juga dari daerah Jawa Barat, seperti Sukabumi. Namun, pasokannya tidak sebanyak daerah di sekitar Kelud,” kata Sugiyono. Ia memberikan gambaran, sebelum erupsi terjadi, pasokan dari sekitar Kelud bisa mencapai 16-20 ton. Setelah terjadi erupsi, pasokan yang datang hanya 1 ton hingga 2 ton. Adapun cabai

dari Manado berkisar dari 4 ton hingga 5 ton. Sementara pasokan dari Jawa Barat hanya 4 kuintal atau 5 kuintal. Ditinjau dari sisi kualitas pun, cabai tersebut tidak sebagus cabai dari daerah sekitar Kelud.

Harga cabai yang mengalami peningkatan signifikan sejak tiga hari lalu juga terjadi di Pasar Slipi Jaya, Palmerah, Jakarta. Pedagang dan pembeli mengeluhkan kenaikan harga cabai. (A01/A09/RON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto 'Alternatif' Juga Kian Menguat

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto "Alternatif" Juga Kian Menguat

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Whats New
Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Whats New
Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Whats New
Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Whats New
Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Whats New
Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Whats New
Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Whats New
Lowongan Kerja KAI Services untuk Lulusan S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja KAI Services untuk Lulusan S1, Ini Persyaratannya

Work Smart
Presdir Baru Sampoerna Ivan Cahyadi: Keberagaman di Sampoerna Itu Mutlak, karenanya Perusahaan Bisa Bertahan 111 Tahun

Presdir Baru Sampoerna Ivan Cahyadi: Keberagaman di Sampoerna Itu Mutlak, karenanya Perusahaan Bisa Bertahan 111 Tahun

Whats New
Apa Itu Negara Dunia Ketiga dan Kenapa Berkonotasi Negatif?

Apa Itu Negara Dunia Ketiga dan Kenapa Berkonotasi Negatif?

Whats New
Obligasi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan

Obligasi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan

Whats New
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Rabu 22 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Rabu 22 Mei 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 22 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 22 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com