Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Skenario Bandung" untuk Energi Masa Depan

Kompas.com - 14/10/2014, 10:27 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring dengan makin dekatnya pemerintahan baru bertugas pada Oktober 2014 ini, sebuah produk penting terkait masa depan energi Indonesia dirilis ke publik, bertajuk "Skenario Bandung: Sketsa Energi Indonesia 2030".

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, empat skenario yang paling mungkin bagi sektor energi Indonesia pada 2030 telah dihasilkan oleh 28 anak bangsa.

"Skenario ini disusun oleh 28 anak bangsa, yang dipilih sangat selektif, dan bersedia dua pekan untuk masuk dalam camp, dan memikirkan energi di Indonesia," kata dia di Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Kuntoro mengatakan, kompleksitas energi tercermin dari penyusunan Skenario Bandung ini. Partisipan sebanyak 28 orang itu ada yang berlatarbelakang wakil menteri, anggota parlemen, anggota partai politik, anggota lembaga swadaya masyarakat, akademisi, pengusaha, dan lain-lain. Dia bilang, berkumpulnya tokoh-tokoh yang bukan hanya berbeda pemikiran, latar belakang, namun juga mazhab dalam pengelolaan energi tersebut, menunjukkan optimisme baru bagi sektor yang kini tengah dibelit dengan beragam persoalan dan ketidakpastian ini.

Beberapa yang terlibat dalam "Skenario Bandung" antara lain, Faisal Basri, Kardaya Wanika, Rida Muljana, Hindun Mulaika, Tri Mumpuni, Darmawan Prasodjo, Afdal Bahaudin, Nur Pamudji, Mas Achmad Santosa, Dharmawan Samsu, Budiman Sujatmiko, Bob Kamandanu, Arsyad Rasyid, Paulus Tjakrawan, Triharyo Indrawan Soesito, Widyawan Suriaatmadja, Wahid Sutopo, dan masih ada nama besar di bidang energi lainnya.

Kuntoro mengatakan, ketersediaan energi bagi masa depan Indonesia adalah salah satu isu krusial bagi pemerintah sekaligus pembangunan ekonomi. Memahami skenario-skenario guna mengetahui berbagai tantangan yang bisa jadi muncul kelak amatlah penting, khususnya bagi perencanaan pembangunan.

"Skenario-skenario yang dirumuskan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan perencanaan yang tepat sehingga membantu dalam memperkokoh ketahanan energi nasional," jelas Kuntoro.

Empat skenario termaksud membahas permasalahan-permasalahan yang beririsan dengan isu perubahan iklim, instabilitas kawasan, potensi gangguan ketersediaan energi global, perebutan kendali pemerintah pusat-daerah, kerangka peraturan yang tak efektif, serta berbagai tantangan lain. Kesemuanya merupakan hal yg relevan pada kondisi masa kini dan berpotensi menjadi sekamin berkaitan pada masa nanti.

"Perlu dipahami cermat-cermat, "Seknario Bandung" bukanlah prediksi tentang apa yang akan atau seharusnya terjadi, melainkan lebih kepada apa yang mungkin terjadi pada 2030. Skenario ini merupakan ajakan kepada para pemangku kepentingan di sektor energi untuk memfokuskan pikiran pada pengembangan rencana secara menyeluruh-komprehensif dengan cara mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi kelak," tandas Kuntoro.

Kuntoro dalam kesempatan tersebut juga mengucapkan terimakasih kepada Wakil Presiden Boediono, sebab di ujung mas tugas, masih sempat bersedia hadir di acara penting, peluncuran Skenario Bandung ini.

Berikut isi empat Skenario Bandung:
1. Skenario Ombak
Birokrasi yang tidak efektif dan berlapis, sistem pemerintahan yang kompleks dan lamban, ditambah dengan kurangnya kemauan untuk berubah dan beradaptasi dapat menghambat masa depan energi Indonesia. Dalam skenario ini, pemerintah pusat bekerja memperbaiki tata kelola sektor energi, dengan penekanan utama pada BUMN sebagai lokomotif implementasi kebijakan. Pemerintah bekerja untuk terus menyeimbangkan daya saing dan stabilitas populis.

2. Skenario Badai
Terlambat mengantisipasi perubahan iklim dan harmonisasi antara sumber energi dengan energi serta teknologi yang bersih dan terbarukan dapat berakibat negatif bagi Indonesia. Perubahan iklim dan resiko resiko lingkungan mendominasi kebijakan nasional dan global. Dalam skenario ini, prioritas diletakkan pada pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pengembangan sumber energi bersih.

3. Skenario Karang
Konflik di luar negeri, ketegangan politik di kawasan Asia, dan kompetisi sengit di tataran global untuk mencari sumber energi dapat memaksa Indonesia bergantung pada pasokan energi domestik untuk menopang pembangunan. Skenario ini menggambarkan, ketegangan geopolitik yang terus berlangsung mendorong Indonesia untuk mengadopsi strategi energi yang berorientasi domestik dan swasembada.

Kebijakan yang merupakan respons atas akutnya kekurangan energi global ini dipimpin oleh koalisi pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, pemangku kepentingan internasional, serta kekuatan pertahanan, insentif untuk produsen energi disiapkan untuk meningkatkan produksi seluruh sumber daya energi, mulai dari batubara sampai energi baru terbarukan, hingga serpihan gas dan nuklir.

4. Skenario Awak
Strategi pengendalian perdagangan dari pemerintah pusat atas pemerintah daerah dapat menciptakan kesengjangan masyarakat, ketimpangan ekonomi yang tajam, serta potensi konflik daerah dan kerusuhan sipil. Pendorongnya adalah kompetisi untuk mencari sumber energi.

Dalam skenario ini, kerangka kebijakan energi lebih difokuskan pada pemberdayaan daerah supaya tercipta kemandirian energi sambil menenangkan kerusuhan di daerah kaya sumber daya energi. Pemerintah daerah, masyarakat sipil, pihak swasta, BUMN, dan kelompok sosial bekerjasama untuk mengembangkan sumber energi dan teknologi daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

OJK: Proses Merger Bank MNC dan Nobu Masih Lanjut, Saat Ini Tahap 'Cross Ownership'

OJK: Proses Merger Bank MNC dan Nobu Masih Lanjut, Saat Ini Tahap "Cross Ownership"

Whats New
Kondisi Perekonomian Global Membaik, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6,25 Persen

Kondisi Perekonomian Global Membaik, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 6,25 Persen

Whats New
Indonesia Mampu Menghasilkan Karet Lebih Besar daripada Amerika Serikat

Indonesia Mampu Menghasilkan Karet Lebih Besar daripada Amerika Serikat

Whats New
Citi Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 665,9 Miliar pada Kuartal I-2024

Citi Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 665,9 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Perkebunan Karet Besar di Indonesia Banyak Dijumpai di Mana?

Perkebunan Karet Besar di Indonesia Banyak Dijumpai di Mana?

Whats New
Hampir 10 Juta Gen Z Nganggur, Menyingkap Sisi Gelap Generasi Z

Hampir 10 Juta Gen Z Nganggur, Menyingkap Sisi Gelap Generasi Z

Whats New
Ada Relaksasi Aturan Impor, Menkop Berharap Bisnis UMKM Tidak Terganggu

Ada Relaksasi Aturan Impor, Menkop Berharap Bisnis UMKM Tidak Terganggu

Whats New
Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

Pesawat SQ321 Alami Turbulensi, Ini Kata CEO Singapore Airlines

Whats New
10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

10 Daerah Penghasil Karet Terbesar di Indonesia

Whats New
5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

5 Dekade Hubungan Indonesia-Korsel, Kerja Sama Industri, Perdagangan, dan Transisi Energi Meningkat

Whats New
Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia adalah Vietnam

Negara Penghasil Karet Terbesar Ketiga di Dunia adalah Vietnam

Whats New
OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

OJK Cabut Izin BPR Bank Jepara Artha di Jawa Tengah

Whats New
Efek Taylor Swift, Maskapai Penerbangan Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

Efek Taylor Swift, Maskapai Penerbangan Catat Lonjakan Perjalanan Udara ke Eropa

Whats New
Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto 'Alternatif' Juga Kian Menguat

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto "Alternatif" Juga Kian Menguat

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com