Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/01/2015, 17:11 WIB

KOMPAS.com - BERBAJU hijau kotak-kotak dan rambut tersisir rapi, petugas operasional penerbangan maskapai penerbangan Citilink itu tampak terkejut melihat kehadiran mendadak Menteri Perhubungan Ignasius Jonan di ruangannya saat ia brifing dengan para pilot. Meski berusaha bersikap santai, wajah dan tangannya yang agak gemetar menunjukkan dia grogi.

Tahu petugas di ruangan itu agak grogi, Jonan pura-pura sibuk dengan telepon selulernya. Namun, kesibukan Jonan di ruangan berukuran 3 meter x 3 meter itu tetap tidak mengurangi grogi petugas tersebut.

Nyaris tidak ada pembicaraan apa pun ketika dia menyodorkan sejumlah dokumen kepada seorang pilot di depannya. Diskusi dibuka justru oleh pilot, yang menanyakan dokumen prakiraan cuaca. Diskusi pun hanya berlangsung tidak lebih dari 5 menit.

Itulah gambaran ketika Menteri Perhubungan melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah kantor maskapai penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (2/1). Ia hadir untuk memeriksa apakah prosedur penerbangan ditaati atau tidak.

Dalam inspeksi mendadak itu, Jonan menemukan sejumlah maskapai tidak menjalankan prosedur dengan baik dan benar. Di kantor maskapai AirAsia, misalnya, Jonan mendapati tidak ada tatap muka antara pilot yang akan terbang dan petugas operasional penerbangan (FOO).

Padahal, Jonan menegaskan, tatap muka itu penting dan tak hanya terkait dengan prediksi cuaca. ”FOO juga harus melihat apakah pilot yang akan terbang itu segar atau tidak, sehat atau tidak. Dengan tatap muka, itu akan ketahuan,” kata Jonan.

Ia menyatakan tidak peduli apakah data cuaca yang diperoleh pilot diambil dengan cara mengunduh dari laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atau mengambil kertas cetakannya langsung dari kantor BMKG. ”Yang penting tatap muka itu. Kalau FOO melihat muka pilot sudah pucat, ya, jangan boleh berangkat,” katanya.

Jonan mengaku perhatian utamanya adalah keselamatan penumpang. Oleh karena itu, semua prosedur penerbangan demi keselamatan penumpang harus dipenuhi semua operator.

Persoalan brifing sebelum penerbangan dan peran seorang FOO ini dengan jelas diatur dalam Bagian 121 Regulasi Keselamatan Penerbangan Sipil (CASR 121) yang merupakan bagian dari Keputusan Menteri Perhubungan RI Tahun 2012.

Dalam Pasal 121.595 Subbagian U dari CASR tersebut ditegaskan, tak seorang pun diizinkan menerbangkan pesawat sampai seorang FOO secara spesifik memberikan otorisasi untuk terbang.

Kemudian dalam Pasal 121.599 juga ditegaskan, seorang FOO tidak diperkenankan melepas pesawat untuk terbang, kecuali dia sudah benar-benar memahami laporan dan prakiraan cuaca di sepanjang rute penerbangan pesawat.

FOO kemudian bertugas memberikan semua data cuaca kepada pilot yang bertugas saat itu. Tidak hanya data cuaca, FOO juga wajib menyajikan berbagai data lain yang bisa berdampak pada keselamatan penerbangan.

Seperti diungkapkan Capt Guntur Prabowo, salah satu pilot maskapai Express Air, pekan lalu, dalam brifing itu, FOO juga memberikan data tentang kesiapan pesawat, peringatan-peringatan khusus kepada para penerbang (notice to airmen/NOTAM), dan bandara alternatif jika terjadi halangan menuju bandara tujuan utama.

Mengingat pentingnya tugas FOO itu, diperlukan pendidikan dan sertifikasi khusus bagi para calon FOO. Menurut portal berita penerbangan runway-aviation.com, di Indonesia lisensi dan sertifikat tanda kecakapan seorang FOO dikeluarkan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan.

Meski demikian, kata Guntur, di Indonesia, profesi FOO ini belum terlalu diperhatikan. Selain masih sedikit lembaga yang memberikan pendidikan khusus FOO, di setiap maskapai, mereka juga masih sering kurang percaya diri di hadapan pilot.

”Pernah suatu kali setelah brifing, FOO justru bertanya kepada saya, apakah sebaiknya terbang atau tidak. Ya, saya jawab, mau (diizinkan) terbang atau tidak itu terserah dia. Itu tugas dan tanggung jawab dia,” kata pilot yang sudah berpengalaman bekerja di sejumlah maskapai nasional ini.

Pengaturan tentang profesi FOO ini memang berbeda-beda di dunia. Andreas Cordes, dalam tesisnya mengenai Manajemen Transportasi Udara di Universitas City, London, Inggris, menyebutkan, pengaturan mengenai FOO ini berbeda antara di AS dan Eropa.

”Saat tanggung jawab kontrol operasional dan pemberangkatan penerbangan (flight dispatch) diatur ketat di AS dan belahan dunia lain, para regulator di Eropa memberi ruang solusi individual bagi setiap operator. Tak ada syarat pelatihan khusus bagi pengatur keberangkatan penerbangan (dispatchers) di Eropa dan tidak ada tingkat kualifikasi yang sama,” tulis Cordes dalam tesisnya yang bisa diakses di laman Federasi Eropa untuk Asosiasi Pengatur Keberangkatan Penerbangan (www.eufalda.org).
Paling berbeda

Kembali ke inspeksi mendadak Menteri Perhubungan, kondisi fasilitas persiapan bagi pilot dan awak pesawat paling berbeda terlihat di kantor operasi penerbangan maskapai Garuda Indonesia.

Kantor tersebut sangat luas dan memiliki banyak fasilitas. Para awak bisa duduk nyaman menunggu saat rekannya mendapat penjelasan dari FOO. Mereka tak perlu berdesak-desakan untuk menunggu dan mendapat penjelasan.

FOO di Garuda juga terlihat lebih senior ketimbang di maskapai lain, dan umumnya bahkan lebih senior daripada pilot-pilot yang hendak mereka brifing. Para FOO itu langsung menjelaskan berbagai hal kepada pilot yang hendak terbang.

Informasi cuaca tersedia dengan baik di layar komputer maupun tercetak. Di belakang meja juga terdapat televisi yang menginfomasikan cuaca serta penunjuk waktu berbagai tempat di dunia.

Kehadiran mendadak Jonan membuat kaget pejabat di sana. ”Saya tidak menyangka Pak Jonan akan ke sini,” ujar Kapten Novianto, Direktur Operasi Garuda Indonesia.
Demi penghematan

Pengamat penerbangan dari Universitas Gadjah Mada, Arista Atmadjati, Minggu, mengatakan, ada indikasi sejumlah maskapai penerbangan murah (LCC) sering kali melakukan penghematan biaya, termasuk di bidang sumber daya manusia. Arista khawatir hal ini juga berpengaruh terhadap absennya pilot dalam brifing tatap muka sebelum pesawat lepas landas.

Padahal, brifing tatap muka ini sangat penting dalam dunia penerbangan. ”Brifing tidak boleh dilewati karena memuat tentang kesiapan fisik, ramalan cuaca, dan aspek lain keselamatan penerbangan,” kata Arista.

Ia menduga, langkah ini dilewati untuk menghemat biaya operasional penerbangan di sebagian maskapai. Arista menyarankan agar Kementerian Perhubungan mempertegas aturan keselamatan penerbangan. Salah satunya dengan mewajibkan pilot ikut dalam brifing tatap muka.

Bagaimanapun, keselamatan adalah hal paling utama dalam dunia transportasi!
(MBA/MAR/DEA/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com