JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengungkapkan BUMN minyak dan gas itu memiliki utang dalam valuta asing yang cukup besar. Hingga saat ini, kata dia total utangnya mencapai 16 miliar dollar AS atau sekitar Rp 208 triliun (dengan kurs rupiah 13.000 per dollar).
"Kemungkinan kana jatuh tempo 2022," ujar Dwi usai penandatanganan fasilitas lindung nilai atau hedging dengan Bank Mandiri, BNI, dan BRI di Kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Dia menjelaskan, utang tersebut disumbang dari 2 kebiruan besar Pertamina yaitu pembelian suku cadang peralatan operasional dan pengadaan minyak. Keduanya kata Dwi didapatkan Pertamina dari luar negeri alias impor.
Sampai akhir 2014 lalu, aku Dwi, impor minyak Pertamina mencapai 31 miliar dollar AS dan juga impor suku cadang peralatan operasional mencapai 25 miliar dollar AS.
Sebelumnya, tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI memberikan fasilitas lindung nilai atau hedging kepada PT Pertamina (Persero). Nilainya, sebesar 2,5 miliar dollar AS.
Dwi Soetjipto mengatakan bahwa fasilitas lindung nilai akan membuat Pertamina lebih percaya diri. Pasalnya, dengan fasilitas itu maka akan ada mitigasi utang Pertamina terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang.
Dia melanjutkan, saat ini transaksi Pertamina benyak mengunakan dollar. Misalnya kata Dwi, sebagian besar suku cadang untuk peralatan operasi harus dibeli dari luar negeri dan Impor minyak dan gas Pertamina harus beli mengunakan dollar.aaa
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.