Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Kompak soal Aturan Baju Bekas Impor, Ini Kata Menkeu

Kompas.com - 24/07/2015, 13:53 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan diketahui tak selaras dalam ketentuan mengenai baju impor bekas. Pada Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 51 Tahun 2015 ditegaskan bahwa baju bekas dilarang diimpor.

Di sisi lain, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015, menyebutkan bahwa barang dan baju bekas masih bisa diimpor namun dikenai bea masuk (BM) sebesar 35 persen. Peraturan itu berlaku efektif mulai Kamis (23/7/2015).

Menanggapi rancunya dua peraturan tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro menyatakan kebijakan baju impor bekas akhirnya mengikuti Peraturan Menteri Perdagangan.

Bambang berkilah, masuknya barang dan baju bekas dalam PMK tersebut dikarenakan beleid itu sebenarnya sudah lama disusun, namun belum ditetapkan. Ternyata, beleid itu sudah didahului Permendag soal pelarangan impor baju bekas. Untuk meluruskan kerancuan ini, Bambang memastikan yang berlaku adalah Permendag 51/2015.

“Menurut saya yang berlaku ya Permendagnya, karena Permendag mengatur barang boleh masuk atau tidak. Jadi Permendag itu dengan otomatis melarang baju bekas itu masuk,” kata Bambang ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (24/7/2015).

Bambang mengatakan, koordinasi untuk implementasi peraturan tersebut ada di Kementerian Perdagangan. Bambang juga mengapresiasi keputusan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang melarang importasi baju bekas. Menurut dia, pelarangan tersebut sangat membantu untuk melindungi industri garmen dalam negeri. 

“Penyelundupan itu sangat banyak dan memukul industri garmen dalam negeri. Banyak kejadian penyelundupan di perbatasan di-back-up oleh sebagian Pemda, kelompok masyarakat setempat, karena kesempatan dagang. Akhirnya Mendag mengambil keputusan, ya sudah dilarang saja,” terang Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto 'Alternatif' Juga Kian Menguat

Bukan Hanya Bitcoin, Aset Kripto "Alternatif" Juga Kian Menguat

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Kemenhub Sebut Kenaikan TBA Tiket Pesawat Tunggu Momen yang Tepat

Whats New
Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Tiga Negara di Dunia dengan Jumlah Penduduk Terbesar, India Juaranya

Whats New
Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Proses Studi Kelayakan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Bakal Dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran

Whats New
Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Cek Harga Bahan Pokok, KPPU Sidak Pasar di 7 Kota

Whats New
Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Kebijakan Impor Terbaru Dinilai Bisa Normalkan Pasar

Whats New
Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Jadi Tuan Rumah ITS Asia Pacific Forum, Indonesia Bakal Pamerkan Transportasi di IKN

Whats New
Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Apindo Nilai Kolaborasi TikTok Shop-Tokopedia Bisa Pacu Transformasi Digital di RI

Whats New
Lowongan Kerja KAI Services untuk Lulusan S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja KAI Services untuk Lulusan S1, Ini Persyaratannya

Work Smart
Presdir Baru Sampoerna Ivan Cahyadi: Keberagaman di Sampoerna Itu Mutlak, karenanya Perusahaan Bisa Bertahan 111 Tahun

Presdir Baru Sampoerna Ivan Cahyadi: Keberagaman di Sampoerna Itu Mutlak, karenanya Perusahaan Bisa Bertahan 111 Tahun

Whats New
Apa Itu Negara Dunia Ketiga dan Kenapa Berkonotasi Negatif?

Apa Itu Negara Dunia Ketiga dan Kenapa Berkonotasi Negatif?

Whats New
Obligasi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan

Obligasi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan

Whats New
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Rabu 22 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Rabu 22 Mei 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 22 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 22 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com