Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kini, Orang seperti Risma Pun "Diganggu"

Kompas.com - 26/10/2015, 05:30 WIB

                                  Oleh Rhenald Kasali
                                      @Rhenald_Kasali

KOMPAS.com — Satu per satu tokoh perubahan Indonesia mulai diperkarakan. Setelah RJ Lino dipansuskan, hari Sabtu kemarin kita membaca berita tentang Risma ditersangkakan.

Beruntung, berita kriminalisasi terhadap Risma cepat diangkat media, dan dalam hitungan menit semuanya berubah.

Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mengaku bingung karena setahunya kasus itu sudah dihentikan. Pembaca Kompas menulis, "Kalau Kapolrinya saja bingung, apalagi kita?"

Saya ingin mengingatkan kepada semua penyidik, auditor, dan penegak hukum, bekerjalah dengan akal dan budimu. Jangan mudah diperalat oleh kekuatan tersembunyi, massa yang digerakkan kelompok tertentu, atau oleh orang-orang yang berkepentingan.

Carilah bukti yang benar, bukan yang dibenar-benarkan. Penyidik bukan politisi, melainkan penegak dan pelindung kebenaran.

Setiap orang yang melakukan perubahan itu pada dasarnya adalah orang yang bekerja untuk kita, untuk kesejahteraan dan kehidupan anak-anak kita.

Mereka bukan hanya meminjamkan kecerdasannya, melainkan jauh lebih penting: keamanan hidup mereka.

Lihatlah apa yang terjadi dengan Munir? Bacalah pula sejarah. Perhatikan, hampir semua pejuang perubahan mati dibunuh bangsanya sendiri.

Bacalah tentang Ghandi, Martin Luther King, Abraham Lincoln, bahkan juga Marsinah dan Salim Kancil.

Bangsa ini juga harus belajar menghormati pelaku-pelaku perubahan, bukan menganiaya dan menjadikannya sebagai "santapan" .

Bukalah track record mereka, bandingkan antara tuduhan yang dibuat-buat dan hasil kerja nyata yang telah diberikan bagi bangsa.

Kalau tuduhan bisa dibuat-buat, hasil kerja nyata tak bisa dibantah. Hasil yang spektakuler juga belum tentu bisa diberikan oleh mereka yang mengaku mampu menggantikannya.

Mereka (yang mengaku mampu) bisa saja pandai, tetapi perubahan butuh lebih dari sekadar kepandaian, yaitu nyali.

Mereka diuji dengan uang

Saya tak begitu kenal dengan Risma walaupun beberapa kali duduk semimbar di berbagai kampus. Namun, kita semua tahu hasil kerjanya.

Kalaupun bertemu, kami hanya bersalaman, lalu saya lihat raut mukanya yang bahagia. 

Seperti kepada RJ Lino, Ignasius Jonan, atau Risma, saya selalu berkata pendek kepada mereka, "Tetaplah sehat, semoga Tuhan selalu bersama Bapak/Ibu."

Hal yang sama juga diberikan kepada sahabat saya, Awang Faroek Ishak, yang sempat duduk di kursi roda setelah berjuang keras membatasi laju usaha tambang di wilayahnya karena merusak lingkungan.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh perubahan yang selalu diganggu. Apakah itu Kang Yoto (Bojonegoro), Ridwan Kamil (Bandung), Abdullah Azwar Anas (Banyuwangi), IB Rai Dharmawijaya Mantra (Denpasar), bahkan juga yang masih muda: Bima Arya Sugiarto (Bogor).

Semua orang itu mengaku sering diganggu. Tentu tingkat tekanan yang mereka hadapi berbeda-beda, dan daya lentur mereka tidak sama.

Namun, semakin mereka teguh, semakin diteriakkan kebalikannya. Mereka lebih suka memakai anggaran pembangunan untuk rakyat ketimbang menyetor untuk para politisi dan preman.

Karena itulah, mereka bisa dianggap kurang loyal. Aneh memang, semakin hari semakin banyak kita saksikan partai pendukung yang justru beralih menjadi penekan. Ini benar-benar anomali.

Yang ditekan pun bukan ide, melainkan orang, jabatan, dan selalu terkait dengan uang (anggaran belanja, investasi, kerja sama usaha, atau pembelian-pembelian).

Di media sosial pun akun-akun anonim bertebaran. Para mafia membentuk akun-akun dengan judul "anti-mafia", "pro-reformasi", "suara rakyat", dan sebagainya yang isinya justru berbalikan dengan judulnya.

Keberadaan mereka tentu karena ada yang memelihara dengan admin yang berjaga 24 jam memutarbalikkan kebenaran.

Non-finito

Dua bulan yang lalu, saya diajak sahabat saya yang mengajar di Firenze, Italia, untuk melihat karya seni rupa Michael Angelo. Dia pun menghadiahkan saya dua replika karya Angelo yang dikenal sebagai "The Naked Slaves".

"The Naked Slaves" sendiri terdiri atas 4 patung, yang aslinya setinggi lebih kurang 2,5 meter. Patung-patung itu telanjang, tetapi tidak porno; sesuai dengan zamannya, dibuat dalam era Renaissance.

Kala itu, para pematung pun hanyut dengan science, dan mereka belajar mengenai anatomi tubuh manusia.

Justru keindahan itu ada pada anatominya, bukan bungkus-bungkusnya yang bisa mengaburkan content (isinya).

Nah pertanyaannya, mengapa patung-patung itu tidak selesai? Betul, ke-4 patung itu dinamakan para ahli sebagai karya "non-finito" (tidak selesai).

Profesor tua yang menjadi koresponden untuk kajian-kajian yang saya lakukan itu menjelaskan, "Inilah bagian dari sejarah penting Italia. Anda tahu kan, abad ke-17 hingga ke-18, Italia dikuasai mafia. Mereka terus menganggu wali kota, gubernur, seniman besar, dan penguasa. Mafia terus menekan agar karya-karya mereka tak selesai, lalu dihujat oleh massa agar kehilangan kredibilitas, lalu dituding korupsi walaupun tak ada buktinya sama sekali."

Saya jadi teringat ucapan Risma saat ia "tak diberikan lawan" oleh partai-partai politik yang berseberangan dengan dirinya.

Di Kompas edisi 9 Agustus 2015, saya membaca kalimatnya: Mimpi saya belum terwujud. Apa saja mimpi-mimpi itu?

"Banyak yang belum tuntas, terutama infrastruktur, seperti jalan lingkar luar barat, luar timur, underpass di Jalan Mayjen Sungkono, pembangkit listrik (tenaga) di Benowo, dan trem yang melingkari kota Surabaya."

Kalau semua itu menjadi nonfinito, maka publik hendaknya belajar tiga hal ini. Pertama, setiap kali sebuah infrastruktur selesai, maka bukanlah kontraktor atau wali kota yang diuntungkan.

Apakah itu pelabuhan, jalan tol, kereta cepat, pembangkit listrik, pasar, atau sekadar gorong-gorong di tepi jalan, bila semua itu selesai, maka yang sudah pasti diuntungkan adalah kita, masyarakat.

Kedua, di mana ada proyek, sudah hampir pasti di situ terjadi perebutan dan persaingan. Ada yang mau bekerja tak terima uang, tetapi malah dituding mencuri.

Ada yang mau kerja, tetapi diperas kanan kiri sehingga tidak tuntas. Ada yang terima uang, tetapi tidak memberi kontribusi apa-apa, lalu menuding yang tak terima uang sebagai koruptor.

Ini biasa sekali terjadi di sini. Polanya selalu demikian dalam perubahan.

Ketiga, ingatlah ini. Kalau pemimpin terus diganggu, yang pertama-tama dirugikan adalah kita. Saya tak tahu persis apakah Anda mengamati bahwa ada demikian banyak pekerjaan besar yang non-finito.

Lihatlah tiang-tiang monorel warisan Gubernur Sutiyoso yang tak diteruskan oleh Gubernur Foke.

Lihat juga tiang-tiang konstruksi di atas Kalimalang Jakarta yang mangkrak sekitar 17 tahun dan baru dibangun kembali oleh Menteri BUMN Rini Soemarno lewat BUMN-BUMN di bawah kendalinya.

Yang jelas, negeri ini tak akan maju-maju. Jalan semakin macet, asap semakin pengap, kita hanya membaca keluhan demi keluhan.

Padahal saat orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang itu di-bully mafia, kita mendiamkannya.

Kita suka lupa, kegaduhan dan pertentangan itu sangat diinginkan bangsa-bangsa asing yang merebut pasar Indonesia.

Lihat saja jalan macet, siapa yang diuntungkan? Sudah begitu banyak kaki tangannya yang ikut berkelahi melawan bangsanya sendiri seakan-akan bangsa kita selalu bodoh, tak mengerti hukum, salah memilih, dan seterusnya.

Kita selalu merasa paling tahu, paling benar, dan paling suci.

Change leader tak butuh jabatan

Saatnya kita mengawal perubahan, bukan jabatan seseorang. Jabatan itu, bagi seorang change maker, hanyalah bersifat sementara dan tak penting-penting amat.

Kalau ingin mencopot, ya copot saja. Mereka yang bersungguh-sungguh membangun tak mau berkompromi karena memang bukan itu tujuan mereka bekerja.

Tujuan mereka hanyalah satu: pembaruan. Kitalah yang punya kepentingan, masyarakat luas yang berhak mendapatkan orang-orang terbaik.

Harap diingat, perubahan itu tidak mudah, tetapi kita harus memperjuangkannya.

ist Prof Rhenald Kasali
Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, antara lain menjadi anggota Pansel KPK sebanyak 4 kali dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi acuan dari bisnis sosial di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Whats New
OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

Whats New
Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Earn Smart
Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Whats New
Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Whats New
OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

Whats New
Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Whats New
Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Work Smart
PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

Whats New
MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com