Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Ada Cerita dari Mesuji…

Kompas.com - 25/11/2015, 08:24 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


MESUJI, KOMPAS.com –
Semangat Khamamik terasa meletup-letup saat berkisah tentang kabupaten yang dipimpinnya, Mesuji, akan merayakan milad ke tujuh. Tiga tahun menjadi bupati membuatnya ingin terus bercerita tentang wilayah yang dianggap potensial olehnya itu.

Sayangnya, saat ini, Mesuji kerap diingat orang karena konflik lahan berkepanjangan. Padahal, ada banyak cerita di balik itu.

"Infrastruktur di Mesuji memang belum begitu baik. (Badan) jalan masih banyak yang rusak. Dari 105 desa, baru 40 persen yang terpasang listrik. Begitu pula air bersih, kami masih sering kesulitan," tuturnya kepada Kompas.com saat persiapan Hari Ulang Tahun (HUT) Mesuji ke tujuh, Senin (23/11/2015).

Namun, keadaan tersebut tak membuatnya takut. Khamamik percaya, Mesuji dapat membangun diri.

Memang, usia kabupaten tersebut tergolong paling muda di kawasan Lampung. Wajar saja, Mesuji masih jauh tertinggal.

"Tapi, walau baru berdiri tujuh tahun, pertumbuhan ekonominya tergolong baik. Pada 2013 lalu pertumbuhannya sempat jadi yang tertinggi di Lampung. Angka pertumbuhannya mencapai 6,93 persen," timpal Kepala Bidang Perencanaan dan Statistik Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Andi Subrastono di hari yang sama.

Fakta lain mencengangkan, Mesuji berkontribusi besar dalam penyediaan beras di Lampung.

"Dari satu juta ton yang ditargetkan untuk Lampung, seperempatnya dari Mesuji, yaitu Kecamatan Rawa Jitu Utara," tambah Andi.

Rawa Jitu Utara adalah satu dari tujuh Kecamatan di Mesuji yang dianggap potensial. Selain Mesuji Timur, di sinilah terdapat lumbung padi yang siap menyediakan 250.000 ton tiap tahun untuk memenuhi target penyediaan beras di provinsi itu.

Sayangnya, Rawa Jitu Utara jauh lebih tertinggal dibandingkan kecamatan lainnya. Kalau dari Bandar Lampung menuju Mesuji harus ditempuh lima sampai tujuh jam, waktu tempuh ke Rawa Jitu Utara harus ditambah dua jam lagi. Letaknya yang jauh inilah membuat kawasan itu terisolir, baik dari perhatian maupun bantuan pemerintah.

"Letaknya jauh. Akses dan infrastrukturnya masih belum baik," sambung Khamamik.

Potensial tapi terisolasi 

Selain aksesnya jauh, infrastruktur Rawa Jitu Utara jauh dari kesan mapan. Jalanannya belum beraspal.

Tanah merah dan lubang memenuhi badannya. Saat hujan turun, medan jalan di sana akan terasa lebih sulit, baik bagi kendaraan bermotor maupun mobil.

Selain itu, kata Khamamik, Rawa Jitu Utara menjadi satu di antara Kecamatan yang belum masuk akses listrik. Untuk menerangi rumah di malam hari, warga harus punya genset sendiri. Sedangkan untuk penerangan badan jalan, Khamamik memutuskan membantu dengan pembangkit listrik tenaga surya.

Kesulitan mereka tak sampai di situ. Keterbatasan air bersih pun menghinggapi keseharian warga sampai sekarang.

"Masyarakat di sini (Rawa Jitu Utara) biaya hidupnya jadi tinggi. Untuk kebutuhan listrik, mereka (yang mampu) memiliki genset sendiri. Kalau untuk air minum, biasanya mereka beli karena air dari pompa itu payau," tutur Khamamik.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kbaupaten Mesuji dihadiri oleh lebih dari 10.000 warga pada Selasa (24/11/2015)

Bahkan pernah, lanjut Khamamik, ia bersama pemerintah daerah mengusahakan dengan menggali satu titik sedalam 200 meter. Tapi, payau masih juga keluar lantaran kawasan itu termasuk daerah rawa.

Penderitaan tak berakhir. Dengan berat hati, warga masih harus membeli air bersih untuk kebutuhan air minum.

"Alternatif lainnya, mereka menampung air hujan, lalu memasaknya," kata Khamamik.

Hal tersebut diamini oleh seorang warga Rawa Jitu Utara, Mesi Kusni. Bermata pencaharian sebagai petani membuatnya mesti memutar otak untuk mencari penghasilan dari kerja sambilan lainnya.

"Biaya hidup di sini tinggi. Tiap musimnya (4 bulan), saya hanya menghasilkan satu ton beras. Saya jual Rp 3.500 per kilogram. Dari penghasilan itu pengeluaran untuk genset saja sudah Rp 600.000, sedangkan untuk air minum bisa sampai Rp 100.000. Itu belum untuk kebutuhan sehari-hari lainnya dan anak-anak sekolah," ujar Mesi.

Namun, keprihatinan tersebut tak membuatnya lelah bersyukur. Akses dan infrastruktur yang serba kekurangan di mata masyarakat luar Mesuji, sudah lebih dari cukup menurutnya.

"Akses darat, meski baru bebatuan dan tanah licin ini setidaknya sudah bisa diakses. Dulu, setidaknya dua tahun lalu, untuk mencapai kawasan luar Mesuji harus melalui sungai," tambahnya.

Tol laut bukan utopia

Kesan ketertinggalan tersebut membuat Khamamik menyimpan asa dan menggapainya. Untuk itu, dalam rangka peringatan ulang tahun Mesuji, dia membuat perayaan di Rawa Jitu Utara, daerah yang justeru "tertinggal".

Rangkaian acaranya pun beraneka rupa. Mulai dari gerak jalan, kompetisi MTQ, dan kumpul-kumpul warga Mesuji.

Yang lain dari biasanya, acara tersebut dikunjungi Menteri Sosial Khofifah pada Selasa (24/11/2015) dalam rangka kunjungan kerja dan pemberian bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). (Baca: Bantuan Khusus Saat HUT Ketujuh Kabupaten Mesuji).

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Kunjungan Kerja Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ke Kabupaten Mesuji, Selasa (24/11/2015).

"Selamat atas ulang tahun Mesuji yang ke tujuh. Selamat atas pencapaiannya. Bila ada pembangunan, semoga menjadi bagian dari kesejahteraan sosial," ucap Khofifah saat memberikan sambutan.  

Dengan perayaan tersebut, Khamamik berharap ada perhatian pemerintah terhadap Kecamatan yang sulit dijangkau tersebut.

"Mesuji itu potensial dan unik. Sayang, kami belum punya dana cukup untuk mengejar ketertinggalan kawasan ini. Ingatkah dulu waktu Presiden Jokowi ingin membuat tol laut. Program itu bisa benar-benar direalisasikan di Rawa Jitu Utara yang punya sungai panjang dan luas," ujarnya.

Dia menerangkan bahwa Sungai Mesuji bisa menjadi akses khusus ke Jakarta.

"Bila dibangun dan dimanfaatkan dengan tepat, sungai ini bisa menjadi akses orang-orang dari Palembang, Riau, Jambi, dan Bengkulu untuk menuju Jakarta dalam waktu enam jam,” tuturnya.

Khamamik mengatakan, nantinya sungai itu bisa menjadi akses alternatif selain Pelabuhan Bakauheni.

"Dampak positifnya dapat mengurangi kepadatan di Bakauheni, mempersingkat waktu, memperpendek jarak, dan mengurangi kerusakan jalan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com