Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UKM Masih Kesulitan untuk Ekspor

Kompas.com - 19/12/2015, 20:30 WIB
Ramanda Jahansyahtono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dinilai kesulitan ketika ingin melakukan ekspor. Maka, pemerintah perlu untuk mendampingi UKM khususnya dalam memasarkan produknya ke luar negeri.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani SF Motik mengatakan, selama ini persyaratan dan administrasi kerap menjadi kendala UKM untuk mengekspor produknya.

Peraturan dan sistem yang dibutuhkan untuk menembus pasar internasional, kata Suryani, amat sangat rumit khususnya bagi pelaku UKM.

"Persyaratan perdagangan internasional atau perjanjian dengan suatu negara yang akan dimasuki pasarnya membutuhkan skill yang harus dipelajari lagi, karena cukup rumit. Hal ini sulit bagi para UKM," ujar Suryani di Jakarta, Sabtu (19/12/2015).

Contoh sederhana, menurut dia, adalah persoalan bahasa Inggris. Menurutnya, penguasaan bahasa Inggris adalah persyaratan mutlak yang harus dimiliki untuk para pelaku UKM untuk bisa menembus oasar internasional.

Namun, kata dia, harus diakui bahwa tak banyak para pelaku UKM yang menguasai bahasa Inggris.

"Mayoritas pelaku UKM tidak terbiasa dengan bahasa Inggris yang notabene dibutuhkan untuk menembus pasar internasional," ujar Suryani yang juga Wakil Ketua Kadin ini.

Hal ini wajar, kata dia, karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Indonesia. Berbeda misalnya dengan Singapura yang masyarakatnya menggunakan bahasa Inggris.

"Kita mesti sadar kalau Indonesia itu negara dengan berbahasa melayu bukan bahasa Inggris. Sedangkan menembus pasar harus pake bahasa inggris," tutur dia.

Makanya, kata Suryani, daripada direpotkan oleh persyaratan, UKM baiknya dibantu oleh pemerintah untuk memasarkan produknya. Salah satunya membuat satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menampung dan memasarkan produk-produk UKM ke luar negeri.

Menurut dia, sistem ini pernah diterapkan di Jepang. Nantinya, BUMN ini akan bertindak sebagai penampung produk-produk UKM. Kata dia, dengan begini UKM cukup fokus untuk membuat produk yang berkualitas, tanpa harus dipusingkan oleh pemasaran.

"UKM fokus saja membuat produk yang bagus, biar pemerintah lewat BUMN ini yang urus pemasarannya," tutur dia.

Hal ini, menurut dia perlu untuk diterapkan. Karena bisa mengurangi ketimpangan dalam ekonomi. Menurut dia, selama ini ekspor kita hanya disumbang dari perusahaan - perusahaan besar, UKM tidak mengambil peranan besar.

Kata dia, supaya pihak yang menikmati ekspor bukan hanya 5 persen atau 10 persen masyarakat, tapi bisa dinikmati oleh semua masyarakat.

"Jangan bangga jika 10 besar terkaya di ASEAN ada di Indonesia. Kita baru bisa bangga kalau kontribusi pertumbuhan ekonomi itu dari misalkan 80 persen masyarakat. Bukan hanya korporat raksasa," ucap Suryani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com