Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita Hidup dalam Gempuran Urbanisasi

Kompas.com - 10/02/2016, 05:28 WIB

Majalah Businessweek (17/03/2014) belum lama ini menurunkan berita “China Wants its People in the Cities." Kemudian harian New York Times (17/03/2014) melaporkan paket kebijakan ekonomi baru Tiongkok yang memindahkan jutaan petani ke kota-kota besar.

Saya pikir, kalau itu dilakukan di Indonesia sudah pasti gaduh. Tetapi mengapa cara Tiongkok ini malah diikuti India dan bangsa-bangsa Asia lainnya.

Di situ saya jadi teringat dengan gagasan filsuf besar Plato tentang polis (semacam kota) yang dihuni 5.000 jiwa. Untuk ukuran saat itu sudah cukup besar dan mampu memicu partisipasi publik dan efisiensi.

Lalu sejak itu bangsa-bangsa besar memacu lahirnya kota-kota baru. Thebes (Mesir, 1050 SM) 50.000 jiwa. Babilon (Irak, 500 SM) 150.000 jiwa. Athena (Yunani, 423 SM) 300.000 jiwa.

Kemudian Pataliputra (India 300 SM) 400.000 jiwa. Roma (98-117 SM) 1,6 juta jiwa. London (Inggris, 1900) 6,5 juta jiwa. Kemudian New York (1940), 7,45 juta jiwa.

Roma bahkan membuktikan kemampuannya mengalirkan air bersih berpuluh-puluh kilometer. 

Setelah itu kita saksikan kepadatan beralih ke Asia di awal abad 21. Tokyo, Jakarta, Shanghai, Delhi, Manila, Seoul, Karachi, dan Beijing. Semuanya di atas 20 juta jiwa.

Transformasi Ekonomi

Mengapa Tiongkok memindahkan penduduknya ke kota?

Saya mulai mengerti saat mendengar paparan para ahli tentang ambisi Tiongkok dalam diplomasi kereta cepat. Apalagi gagasan itu menimbulkan banyak gesekan di sini.

Setelah di sini, satu-dua tahun ke depan Tiongkok diduga membangun KA Cepat Singapura-Malaysia.

Pertarungan itu jelas membuat Jepang terusik, karena amat mengganggu proyeksi pendapatan dari ekspor otomotifnya.

Ekonom Tiongkok begitu yakin bahwa mereka akan memenangkan contest di Asia Tenggara.

Kita semua tahu bahwa Tiongkok baru 12 tahun masuk dalam industri kereta cepat ini. Tetapi dalam tempo yang singkat itu, mereka sudah membangun jaringan sejauh 17.000 KM.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com