Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karyawan Honorer

Kompas.com - 18/02/2016, 16:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Kemarin saya diundang untuk berbicara tentang peningkatan kapasitas diri (self improvement) di sebuah seminar kecil di Kantor Pusat Perbendaharaan Negara (KPPN) Kuningan. Yang mengundang saya adalah Kepala KPPN Kuningan Ratih Hapsari, dia adalah adik kelas saya di FMIPA UGM.

Acara ini dihadiri selain oleh karyawan KPPN, juga oleh mitra kerja dari Satuan Kerja di wilayah pelayanan kantor ini, yaitu Kabupaten Kuningan dan Majalengka.

Menariknya, Ratih meminta seluruh karyawannya hadir, termasuk para sopir, penjaga kebersihan, juga pegawai honorer. Prinsipnya, setiap orang harus didorong untuk meningkatkan kapasitas diri mereka.

Ratih bahkan secara khusus memanggil dua orang karyawan yang bertugas membersihkan kantor, tampil ke depan forum, memberi mereka penghargaan, untuk membangkitkan motivasi mereka.

Pada acara tanya jawab terjadi diskusi menarik soal bagaimana karyawan di tingkat bawah meningkatkan kapasitas mereka. Sangat biasa terjadi, karyawan di tingkat bawah berpikir bahwa posisi mereka abadi di bawah.

Dalam diskusi saya sampaikan bahwa setiap orang bisa naik ke posisi yang lebih baik, dengan syarat ia mau belajar untuk menambah ilmu dan keterampilan. Ada banyak cerita tentang mantan office boy yang naik menjadi karyawan dengan tingkat yang lebih tinggi.

Di perusahaan salah seorang teman saya, ada office boy yang berhasil menjadi programmer. Bahkan ada pula pegawai rendah yang berhasil berkarir sampai ke pimpinan puncak perusahaan. Diskusi juga menyinggung soal karyawan honorer.

Karyawan honorer adalah ironi dalam birokrasi kita. Birokrasi kita itu sudah terlalu gemuk, sangat gemuk, seperti gajah bengkak. Namun birokrasi gemuk itu masih pula memerlukan tambahan berupa karyawan honorer.

Karyawan PNS yang banyak tidak jelas fungsi dan pekerjaannya, masih ditambah lagi dengan karyawan honorer. Pemerintah yang sudah berat beban keuangannya, masih mau menambah beban untuk membayar gaji karyawan honorer. Mengapa?

Sebab pertama adalah persoalan politik pencitraan. Pemerintah membuat citra seakan sedang membuka lapangan kerja. Presiden SBY membuat blunder dengan menambah penerimaan PNS, di antaranya dengan cara mengangkat karyawan honorer, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Blunder ini memicu reaksi berantai. Pemerintah daerah berlomba-lomba merekrut karyawan honorer, dan memberi janji untuk mengangkat mereka jadi PNS. Janji ini merupakan suatu alat politik untuk menuai dukungan.

Bagi para PNS kehadiran karyawan honorer ini adalah kenyamanan. Mereka bisa tetap nyaman bekerja dengan santai, atau bahkan tidak bekerja sama sekali, dengan mengalihkan beban kerja kepada karyawan honorer. Artinya, kehadiran karyawan honorer ini membuat efisiensi birokrasi menjadi semakin menurun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com