“Saya kira rencana itu sudah tepat. Karena selama ini social media tersebut tidak bisa kita pajaki, padahal mendapatkan penghasilan dari Indonesia,” ungkap Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo kepada Kompas.com, Rabu (2/3/2016).
Yustinus menyampaikan, bahkan saat ini di negara-negara Eropa dan bahkan di China, tiga perusahaan ini dipaksa membuka kantor perwakilan agar bisa dikenai pajak.
“Problemnya kan pada definisi BUT yang mengandalkan fixed place sehingga media social tersebut selama ini bisa lolos dari pengenaan pajak,” kata Yustinus.
Dengan memiliki kantor pemasaran di Indonesia, sambung dia, perusahaan media sosial bisa menjadi wajib pajak dengan kata lain memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan membayar pajak penghasilan ke negara.
(Baca: Ini Cara Ditjen Pajak Jerat Facebook dkk untuk Bayar Pajak di Indonesia)
Sebelumnya dikabarkan, raksasa internet, seperti Google, Facebook, dan Twitter, akan diblokir oleh pemerintah jika mereka tak membuat BUT dan membayar pajak.
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan bahwa seluruh penyedia layanan berbasis internet atau over the top (OTT) mesti eksis di Indonesia dalam bentuk perusahaan.
"Mereka semua mesti membuat badan usaha tetap, layaknya kontraktor di sektor perminyakan, sehingga mereka bisa dijadikan obyek pajak," terang Bambang seperti dilansir KompasTekno dari Reuters, Selasa (1/3/2016).
(Baca: Pemerintah Akan Paksa Facebook, Twitter, dan Google Buka Kantor di Indonesia)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.