Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadin Desak Pencabutan Beleid Kenaikan Tarif Progresif Terminal Peti Kemas

Kompas.com - 10/03/2016, 21:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Para pelaku usaha ekspor-impor mendesak Pelindo II mencabut kebijakan atau beleid baru yang mengatur kenaikan tarif progresif jasa penumpukan peti kemas.

Dalam Keputusan Direksi PT Pelindo II No. HK.568/23/2/1/PI.II tertanggal 23 Februari 2016 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Direksi PT Pelindo II No. HK.56/3/2/1/PI.II-08 tentang tarif Pelayanan Jasa Peti Kemas pada Terminal Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, tarif penumpukan peti kemas mengalami kenaikan.

Beleid yang berlaku sejak 1 Maret 2016 ini menetapkan kenaikan tarif jasa penumpukan peti kemas isi impor ini langsung hingga 900 persen untuk proses bongkar pada hari ke-2. Sementara itu, proses bongkar hari ke-1 tidak dikenai tarif pelayanan jasa penumpukan. Ketentuan itu baru berlaku ketika memasuki hari ke-2 dan seterusnya, dihitung sebesar 900 persen per hari dari tarif dasar.

"Ini kan luar biasa keblingernya. Indonesia memang hebat, sampai biaya pelabuhan termahal dan lebih hebat lagi pelopornya BUMN, yakni Pelindo II," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Logistik dan Supply Chain Rico Rustombi dalam keterangannya, Kamis (10/3/2016).

Menurut Rico, ada keganjilan pada beleid tersebut. Sebab, pemerintah saat ini tengah gencar-gencarnya menggerakkan kembali sektor riil agar dapat menjadi fondasi bagi kemajuan ekonomi Indonesia melalui beberapa paket kebijakan ekonomi. Namun, kebijakan Pelindo II justru bisa membuat iklim usaha kontra produktif.

Beleid ini akan berdampak kepada pengguna, pemakai jasa, atau pemilik barang. Mereka harus menanggung beban dengan mengeluarkan tambahan biaya untuk urusan logistik karena pelabuhan dikelola oleh BUMN.

Mereka juga harus menanggung beban kenaikan biaya dalam produksi sehingga produk mereka di pasar tidak berdaya saing karena harga jualnya dari dalam negeri sudah sangat mahal.

"Kami akan mendesak agar aturan tersebut dibatalkan dan dicabut," ujarnya.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy juga mendukung pembatalan dan pencabutan ketentuan direksi Pelindo II tersebut.

"Sebaiknya memang dikembalikan ke aturan sebelumnya. Aturan tersebut cukup mengakomodasi para pengusaha," katanya. 

Menurut beleid sebelumnya, proses bongkar pada hari ke-1 hingga ke-3 free charge alias gratis. Adapun penumpukan kontainer pada hari ke-4 sampai ke-7 dikenakan tarif 500 persen, dan di atas 7 hari sebesar 700 persen.

"Kami sebagai pengusaha tidak ingin, kok, barang menumpuk lama di pelabuhan. Kami penginnya cepat keluar pelabuhan," ujarnya.

Menurut dia, seharusnya, keputusan dan surat direksi Pelindo II tersebut untuk peti kemas yang telah disertai surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) dan surat pengeluaran peti kemas (SP2), bukan untuk semua peti kemas isi impor.

"Kami dan semua pelaku usaha yang melakukan kegiatan ekspor-impor akan melayangkan surat protes langsung kepada Presiden Joko Widodo, Menkeu, Menko Perekonomian, Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, serta Menhub. Tujuannya agar keputusan direksi Pelindo II dicabut dan dikaji kembali," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com