Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Susi...!

Kompas.com - 04/04/2016, 16:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Namun, dalam jangka menengah panjang, perempuan kelahiran Pangandaran Jawa Barat itu meyakini, kekayaan ikan di laut Indonesia akan memberi kemakmuran sebesar-besarnya untuk rakyat dan negara.

Perusahaan perikanan yang beroperasi sesuai aturan dan selalu melaporkan seluruh hasil tangkapannya juga pasti akan berkembang karena potensi laut Indonesia sangat besar.

Menuai

Ternyata tak perlu menunggu terlalu lama, kebijakan-kebijakan Susi sudah mulai kelihatan hasilnya saat ini.

Pada tahun pertama masa jabatannya,  sejumlah indikator kinerja perikanan menunjukkan pertumbuhan signifikan.

Pada akhir tahun 2015, produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan mencapai Rp 267,75 triliun, meningkat 8,4 persen dibandingkan tahun 2014 yang senilai Rp 247 triliun.

Petumbuhan PDB perikanan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan PDB nasional yang sebesar 4,79 persen.

Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pertumbuhan PDB sektor perikanan tahun 2015 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Pertumbuhan PDB salah satunya menunjukkan bahwa jumlah ikan yang ditangkap nelayan dan perusahaan perikanan meningkat dari sebelumnya.

Ini berarti jumlah sumber daya ikan di laut cenderung meningkat.

Penghentian izin operasi kapal eks asing ternyata memberi kesempatan ikan untuk berkembang biak secara optimal.

Anak-anak ikan pun memiliki peluang untuk tumbuh besar karena penggunaan pukat harimau (trawl) atau cantrang berkurang signifikan.

Hasilnya, nelayan-nelayan yang hanya menggunakan perahu tanpa motor bisa menangkap ikan tanpa harus berlayar jauh ke tengah laut.

Meningkatnya kesejahteraan nelayan terindikasi dari nilai tukar nelayan yang meningkat signifikan pada tahun 2015.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata nilai tukar nelayan pada tahun 2015 sebesar 105,8, naik 2,75 persen dibandingkan rata-rata tahun 2014 yang sebesar 102,97.

Nelayan makin sejahtera jika nilai tukarnya semakin besar.

KKP/M Fajar Marta Nilai Tukar Nelayan 2015

Kendati demikian, nilai ekspor perikanan selama tahun 2015 merosot.

Nilai ekspor komoditas perikanan pada 2015 tercatat 3,6 miliar dollar AS, turun 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang senilai 4,79 miliar dollar AS.

Penurunan ekspor tersebut lebih banyak disebabkan pelemahan ekonomi global.

Hampir seluruh negara yang berbasis komoditas, ekspornya anjlok.

Total ekspor Indonesia pada 2015 juga anjlok sekitar 14,62 persen dari 176,29 miliar dollar AS pada 2014 menjadi 150,25 miliar dollar AS.

KKP/M Fajar Marta Perkembangan Ekspor Sektor Perikanan

Di sektor perikanan, andalan ekspor Indonesia adalah ikan tuna, tongkol, cakalang, dan udang.

Sebenarnya, tidak semua ekspor tuna menurun. Ke beberapa negara, ekspor tuna Indonesia justru menigkat.

Berdasarkan data UN-comtrade, ekspor Tuna, Tongkol, dan Cakalang dari Indonesia ke Amerika Serikat selama periode Januari – September 2015 malah tumbuh sekitar 25,19 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Polemik

Secara keseluruhan, kebijakan Susi jelas berdampak positif bagi kehidupan nelayan dan industri perikanan domestik.

Namun, bagi pengusaha-pengusaha kakap yang mengoperasikan kapal ikan eks asing berukuran besar di atas 30 GT, kebijakan Susi ibarat mimpi buruk.

Zona nyaman (comfort zone) yang selama ini mereka dapatkan, tiba-tiba hilang akibat kebijakan Susi.

Kondisi ini pulalah yang memicu polemik antara Susi dan bosnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Awalnya, Wapres Kalla melakukan kunjungan kerja ke Maluku dan Sulawesi Utara pada tanggal 16 – 19 Maret 2016.

Dalam peninjauan tersebut, Wapres Kalla sebenarnya mengajak Menteri Susi. Namun, Susi akhirnya tidak ikut.

“Karena beberapa hal, saya akhirnya tidak ikut bersama Pak JK,” kata Susi tanpa menjelaskan lebih detil mengapa dirinya batal berangkat bersama Wapres Kalla.

Dalam kunjungannya, Wapres Kalla melihat langsung kondisi industri perikanan di Ambon, Tual, dan Bitung.

Dari hasil kunjungannya tersebut, Wapres Kalla lantas mengirim surat ke Menteri Susi dengan tembusan ke Presiden Jokowi.

Dalam surat tersebut Kalla menyebutkan, kebijakan Menteri Susi mengenai moratorium, pelarangan transhipment dan pengaturan sertifikasi kapal telah mengakibatkan ribuan nelayan yang besar baik eks asing atau milik nasional tidak dapat berlayar dan menangkap ikan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com