Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Enam Kesalahan Persepsi Tentang Bisnis

Kompas.com - 05/04/2016, 15:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ketika saya mendorong mahasiswa untuk bersiap memasuki dunia kerja dengan membekali diri dengan berbagai kompetensi, selalu ada saja yang berkomentar,”Ngapain cari kerja? Ciptakan dong lapangan kerja. Kita jadi pengusaha.”

Kedengarannya gagah, tapi pernyataan itu bolong besar. Ketika saya katakan “bekerja” tentu saja maksud saya juga meliputi bagian “bekerja mandiri”, salah satu bentuknya adalah jadi pengusaha. Kenapa harus dianggap berbeda?

Ini adalah kesalahan persepsi pertama soal berbisnis. Ada beberapa motivator seperti Bob Sadino atau Purdi Chandra yang terlalu bersemangat mendorong orang untuk berbisnis, sampai terbangun kesan bahwa berbisnis itu tidak perlu pintar, tidak perlu kompeten. Salah!

Tidakkah lucu bahwa karyawan perusahaan harus kompeten, sementara pemilik perusahaan tidak perlu kompeten?

Faktanya seorang pengusaha sebenarnya dituntut untuk punya kompetensi lebih tinggi daripada kompetensi yang dibutuhkan oleh rata-rata karyawan. Tanpa kompetensi, maka bisnis akan hancur dalam 2 hari.

Kesalahan kedua, jadi pengusaha tidak punya atasan. Artinya ia tidak akan disuruh-suruh. Ia akan bebas bekerja sesuai kehendaknya. Salah!

Pengusaha itu tugasnya melayani. Melayani siapa? Pelanggan atau customer. Kalau kebutuhan pelanggan tidak terpenuhi, mereka akan berhenti membeli produk. Bisnis akan mati.

Saya selalu ingat cerita seorang pengusaha bandeng presto dari Semarang. Di awal usahanya, suatu hari jam 10 malam dia baru selesai memasak bandeng. Baru mau istirahat, cerita dia, datang telepon dari pelanggan penting, pesanan mendadak. Bagi dia pesanan itu tak mungkin ditolak. Maka ia bekerja lagi, memasak bandeng sampai jam 4 pagi. Kisah seperti ini biasa dituturkan oleh pengusaha sukses.

Kesalahan ketiga, pengusaha punya waktu bebas. Karena tidak disuruh-suruh, pengusaha bisa bebas mengatur waktu sesuka dia. Dia tidak punya jam kerja. Salah!

Kalau disebut tidak punya jam kerja, sebenarnya banyak pengusaha yang bekerja tak kenal waktu, nyaris 24 jam. Alih-alih punya banyak waktu luang, mereka justru selalu sempit dalam soal waktu.

Yang punya waktu luang, terlihat santai, dan dijadikan referensi adalah pengusaha yang sudah mapan dan sukses. Itu namanya salah sampel. Kalau sudah sukses dan mencapai level tertentu, karyawan juga bisa punya waktu luang dan tidak terikat secara ketat pada jam kerja.

Kesalahan keempat, pengusaha selalu (lebih) kaya. Sekaya-kayanya karyawan, katanya, tetap lebih kaya pemilik perusahaan. Iya, itu kalau perusahaannya sukses. Kalau gagal, pemiliknya bangkrut total, karyawan masih tetap kaya. Karena karyawan memang tidak ikut menanggung resiko bisnis.

Banyak orang menganggap jadi pengusaha itu pasti kaya. Atau, kesuksesan itu identik dengan kekayaan. Padahal menjadi kaya itu hanyalah efek samping dari kesuksesan. Tidak semua pengusaha itu kaya, dan tidak semua orang kaya itu pengusaha.

Kesalahan kelima, pengusaha lebih mulia daripada karyawan. Karena pengusaha memberi kerja bagi karyawan. Salah!

Hubungan kerja bukanlah hubungan atas bawah, melainkan hubungan sejajar, karena kebutuhan bersama. Pengusaha butuh karyawan, karyawan membutuhkan kerja. Maka terjadilah akad kerja sama.

Karyawan menyumbangkan tenaganya bagi bisnis pengusaha, dan pengusaha memberi imbalan. Pengusaha dapat memberhentikan karyawan, karyawan pun bebas untuk berhenti dari pekerjaannya. Jadi, ini hubungan sejajar.

Kemuliaan tidak terletak pada posisi seseorang melainkan apa yang ia lakukan dan bagaimana ia melakukannya. Pengusaha menjadi mulia kalau usahanya mendatangkan manfaat bagi banyak orang. Karyawan menjadi mulia bila kerjanya mendatangkan manfaat bagi banyak orang.

Kesalahan keenam, orang selalu bergerak dari domain karyawan ke domain pengusaha. Karena domain pengusaha itu adalah domain yang lebih tinggi dari domain karyawan. Salah!

Faktanya tidak sedikit orang yang berhenti jadi pengusaha, lalu memilih jadi karyawan. Banyak yang menemukan bahwa dia tidak sanggup jadi pengusaha, dan lebih cocok jadi karyawan. Ada pula karyawan yang menjadi pengusaha, lalu balik lagi menjadi karyawan. Semua itu terjadi secara alami, tidak perlu disesali atau dianggap sebagai kesalahan.

Sebenarnya tak ada keberatan saya pada semangat orang-orang yang ingin jadi pengusaha, atau yang ingin mendorong anak-anak muda agar jadi pengusaha. Saya hanya ingin meluruskan beberapa salah persepsi yang bisa berakibat buruk.

Ada yang akibatnya berupa materi, seperti kebangkrutan instan. Ada juga yang akibatnya lebih ruhiyah sifatnya, seperti kepongahan, memandang rendah orang-orang yang yang bukan pengusaha.

Selebihnya, silakan pilih jalur yang mau Anda tempuh. Persiapkan diri untuk itu. Ketahuilah, persiapan untuk jadi pengusaha lebih berat ketimbang jadi karyawan. Takut? Tidak perlu! Go for it!

Tulisan Hasanudin Abdurakhman lain bisa dibaca juga di http://abdurakhman.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com