Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra Tolak "Tax Amnesty" karena Terlalu Pro-konglomerat

Kompas.com - 29/04/2016, 15:28 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menolak kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.

Pada Kamis (28/4/2016) malam, DPR dan pemerintah sepakat untuk membentuk panitia kerja dan melanjutkan proses pembahasan tax amnesty dalam masa sidang yang akan datang.

Menurut Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi, ada beberapa argumentasi mengapa kebijakan ini tidak perlu dilanjutkan. Salah satunya, tax amnesty dianggap terlalu pro-konglomerat atau pro-pengusaha.

Apung mengatakan, sesuai dengan asumsi yang disampaikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, dana yang akan masuk langsung ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya Rp 60 triliun, atau maksimal Rp 100 triliun.

Angka itu merupakan uang tebusan dari dana yang dideklarasikan yang ditaksir sebesar Rp 5.000 triliun sampai Rp 8.000 triliun.

"Saya pikir itu sangat rendah. Kalau hanya Rp 60 triliun itu tidak bisa menutupi defisit APBN kita yang sampai Rp 273 triliun," kata Apung di Kantor Seknas Fitra, Jakarta, Jumat (29/4/2016).

Yang menjadi pertanyaan kemudian, kata dia, apa yang diinginkan pemerintah dari pemberian pengampunan pajak? Apakah penerimaan negara yang langsung masuk ke APBN, ataukah dana-dana itu "didorong" untuk membiayai properti, manufaktur, dan sebagainya?

Menurut Apung, kedua tujuan tersebut berbeda secara kepentingan. Apabila masuk ke APBN, sambung Apung, maka tax amnesty boleh jadi memang untuk menutup kekurangan APBN.

Sebaliknya, ia memandang, apabila didorong untuk investasi, tax amnesty condong pada kepentingan bisnis atau konglomerasi.

"Nah, garis antara kepentingan kepada konglomerat, pengusaha atau kemudian kepada negara, dan masyarakat itu jelas, (menurut Fitra) bahwa lebih pro ke konglomerat," kata Apung.

Dia menambahkan, terlalu rendahnya tarif uang tebusan juga menjadi landasan Fitra menolak tax amnesty. Tarif uang tebusan dianggap terlalu kecil apabila dibandingkan dengan tarif uang tebusan yang pernah diterapkan negara-negara lain.

"Kalau Obama jelas, dia ingin mengambil 30 persen karena dia ingin membiayai kebijakan sosial, pelayanan publik. Itu yang membedakan (dengan Indonesia). Dari beberapa poin itu, saya melihat bahwa itu perlu ditolak," pungkas Apung.

Kompas TV DPR Minta Jokowi Revisi RUU Perpajakan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Kimia Farma Apotek Buka Lowongan Kerja hingga 2 Oktober 2023, Simak Kualifikasinya

Kimia Farma Apotek Buka Lowongan Kerja hingga 2 Oktober 2023, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Cara Mengatasi Lupa Password Akun SSCASN 2023

Cara Mengatasi Lupa Password Akun SSCASN 2023

Whats New
Diresmikan Jokowi, Transaksi Perdana Bursa Karbon Tercatat Rp 29,2 Miliar

Diresmikan Jokowi, Transaksi Perdana Bursa Karbon Tercatat Rp 29,2 Miliar

Whats New
Resmi Diluncurkan, Kereta Ekonomi Generasi Baru Dirangkaikan dengan KA Jayabaya

Resmi Diluncurkan, Kereta Ekonomi Generasi Baru Dirangkaikan dengan KA Jayabaya

Whats New
Kadin RI dan Swiss Luncurkan Jaringan Indonesia Sustainability 4.0

Kadin RI dan Swiss Luncurkan Jaringan Indonesia Sustainability 4.0

Whats New
Ditjen Bea Cukai Akui Adanya Serbuan Impor Tekstil Ilegal

Ditjen Bea Cukai Akui Adanya Serbuan Impor Tekstil Ilegal

Whats New
Tarif Tol Makassar Ruas Ujung Pandang Naik Mulai 29 September,  Simak Rinciannya

Tarif Tol Makassar Ruas Ujung Pandang Naik Mulai 29 September, Simak Rinciannya

Whats New
Zurich Topas Life Tunjuk Richard Ferryanto Jadi Presiden Direktur

Zurich Topas Life Tunjuk Richard Ferryanto Jadi Presiden Direktur

Whats New
Alasan 'Social Commerce' dan 'E-commerce' Perlu Dipisah

Alasan "Social Commerce" dan "E-commerce" Perlu Dipisah

Whats New
Mau Buka Usaha Baju Anjing dan Kucing? Siapkan Modal Segini

Mau Buka Usaha Baju Anjing dan Kucing? Siapkan Modal Segini

Smartpreneur
Bocoran Ketentuan Cukai Minuman Berpemanis yang Diterapkan Tahun Depan

Bocoran Ketentuan Cukai Minuman Berpemanis yang Diterapkan Tahun Depan

Whats New
Lion Air, Batik Air dan Super Air Jet Gandeng Airbus untuk Tingkatkan Kinerja Armada

Lion Air, Batik Air dan Super Air Jet Gandeng Airbus untuk Tingkatkan Kinerja Armada

Rilis
Pertamina Masih Cari Partner Baru di Blok Masela

Pertamina Masih Cari Partner Baru di Blok Masela

Whats New
Peserta Nonaktif JKN BPJS Kesehatan Naik Jadi 52,3 Juta Per Agustus 2023

Peserta Nonaktif JKN BPJS Kesehatan Naik Jadi 52,3 Juta Per Agustus 2023

Whats New
ASN yang Bersedia Ditempatkan di Daerah 3T Bisa Naik Jabatan dalam 2 Tahun

ASN yang Bersedia Ditempatkan di Daerah 3T Bisa Naik Jabatan dalam 2 Tahun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com