Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akuntabilitas dan Transparasi Proyek Infrastruktur Jangan Diabaikan

Kompas.com - 10/05/2016, 13:11 WIB
Muhammad Fajar Marta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan infrastruktur menjadi fokus utama Presiden Joko Widodo.

Anggaran infrastruktur terus ditingkatkan dan mencapai Rp 313,5 triliun pada 2016.

Tujuan Presiden Jokowi jelas, dengan infrastruktur yang memadai dan merata di seluruh Tanah Air, perekonomian Indonesia bisa tumbuh lebih cepat, daya saing meningkat, kesejahteraan masyarakat membaik, dan kemiskinan menurun.

Namun diingatkan, infrastruktur yang dibangun jangan asal cepat atau asal jadi.

Pemerintah juga harus memperhatikan akuntabilitas dan transparasi proyek infrastruktur.

Karena itu, Pemerintah perlu menyusun regulasi yang mendukung upaya menjaga akuntabilitas dan transparansi pembangunan infrastruktur.

“Ketika investor sudah dijaring dan anggaran sudah dialokasikan, bukan berarti pembangunan infrastruktur bisa langsung berjalan lancar. Ada banyak tantangan terkait akuntabilitas dan transparansinya,” kata Teuku Faisal Fathani, akademisi Departement Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM saat dihubungi Selasa (10/5/2016).

Menurut penemu alat pendeteksi dini longsor ini, pembangunan infrastruktur merupakan pekerjaan yang kompleks karena melibatkan banyak pihak dan membutuhkan dana besar.

Jika tidak diawasi dan dipagari dengan regulasi yang memadai, proyek infrastruktur rawan diselewengkan dan dikorupsi.

Akibatnya, infrastruktur yang terbangun tidak memiliki kualitas yang baik sehingga justru akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

Kemenkeu/M Fajar Marta Perbandingan Anggaran Infrastruktur Era Jokowi (2015 - 2016) dan SBY (2010 - 2014)
Sejumlah tahapan

Faisal menjelaskan, pembangunan infrastruktur yang baik harus mengikuti tahapan yang dikenal dengan istilah SIDLACOM (Survey – Investigation – Design – Land Acquisition - Construction – Operation – Maintenance).

Kajian mendalam dan monitoring-evaluasi melekat perlu diterapkan sejak awal dilaksanakan pembangunan infrastruktur, mulai pada tahap survey dan investigasi.

“Banyak kasus kegagalan konstruksi yang berawal dari survey dan investigasi yang tidak memadai baik dari aspek metode dan teknik investigasi, volume, sampai pada analisis/interpretasi. Hasil survey investigasi yang buruk menghasilkan desain yang buruk pula,” kata doktor lulusan Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang ini.

Penyediaan lahan merupakan tahapan yang krusial mengingat banyak proyek infrastruktur yang terhambat akibat hal ini.

Tahapan selanjutnya adalah pembangunan (Construction). Karena porsi pembiayaan terbesar (lebih dari 80 persen) adalah pada masa konstruksi, maka pada periode inilah akuntabilitas dan transparansi paling disoroti.

Sebagian besar penyidikan kasus-kasus korupsi terkait pengadaan proyek infrastruktur terkait tahapan ini.

Tahapan konstruksi sendiri sangat kompleks, diawali dengan proses tender (atau penunjukan langsung), pengangkatan panitia, penetapan pemenang (kontraktor), perikatan perjanjian sub-kontraktor, manajemen konstruksi terkait bahan dan material, mobilisasi alat, tenaga, pelaksanaan konstruksi, tata waktu, safety, asuransi, sampai pada serah terima.

“Upaya untuk menjamin akuntabilitas sungguh menjadi tantangan besar mengingat tahap ini melibatkan banyak pihak, acuan standar, kebijakan, regulasi serta terikat kondisi alam, fisik dan sosial-ekonomi-budaya di mana infrastruktur tersebut didirikan,” kata lulusan pertama SMA Taruna Nusantara Magelang ini.

Tahapan terakhir dalam pembangunan suatu infrastruktur adalah pengoperasian dan pemeliharaan (OM/Operation and Maintenance).

Menurut pria asal Aceh ini, tahapan ini kadang sedikit terabaikan, karena “membangun” umumnya lebih diprioritaskan dan terasa dampaknya dibandingkan “merawat” apa yang sudah dibangun.

Aspek lainnya yang juga sering terabaikan adalah penegakan aturan/regulasi dan penyusunan-penerapan Standard Operating Procedures (SOP), yang mendukung fungsi infrastruktur tersebut.

“Sebagai contoh adalah dalam pembangunan suatu bendungan. Penegakan aturan/kebijakan yang jelas dalam pengelolaan dan konservasi hutan/lahan pada daerah tangkapan air (catchment) sangat diperlukan agar bendungan tidak gagal berfungsi karena sedimentasi lahan yang massif teralir masuk ke daerah tampungan yang mengakibatkan dead-storage capacity bendungan tersebut lebih cepat tercapai,” ujar Faisal.

Kompas TV Jokowi Resmikan Proyek Infrastruktur di Luar Jawa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com