Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Kredit Macet dan Pertumbuhan Ekonomi

Kompas.com - 20/05/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertambangan, industri pengolahan, dan perdagangan merupakan sektor-sektor ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan selama triwulan I 2016.

Mari kita lihat sektor pertambangan.

Pada triwulan I 2015, produk domestik bruto (PDB) sektor pertambangan mencapai Rp 226 triliun. Namun, pada triwulan I 2016, PDB sektor pertambangan anjlok menjadi Rp 200,7 triliun.

Kejatuhan industri tambang dipicu oleh anjloknya harga komoditas terutama batubara. Sepanjang Januari-April 2016, rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) hanya di kisaran 52,01 dollar AS per ton. Padahal, pada tahun 2012, harganya sekitar 109,83 dollar AS per ton. 

Kejatuhan harga batubara yang drastis membuat banyak perusahaan tambang merugi dan akhirnya gulung tikar. Dampaknya, cicilan mereka ke bank pun menjadi macet.

Lemahnya kinerja sektor-sektor ekonomi strategis tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2016 melambat menjadi 4,92 persen. Pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,04 persen.

Banyak faktor yang membuat ekonomi Indonesia melesu. Dari sisi eksternal, ekonomi di Eropa dan Jepang masih terpuruk. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat pun belum solid.

Sementara ekonomi Tiongkok, meskipun mengarah ke kondisi yang lebih stabil, namun risiko pelemahan masih tinggi.

Kondisi ini menyebabkan PDB ekspor Indonesia terus menyusut dari Rp 599,3 triliun pada triwulan I 2015 menjadi Rp 533,6 triliun pada triwulan I 2016.

Adapun dari sisi internal, belanja pemerintah terutama untuk infrastruktur selama triwulan I 2016 belum memadai meskipun sudah lebih cepat dibandingkan triwulan I 2015.

Selain itu, berbagai paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah belum begitu efektif untuk mendorong investasi, meningkatkan daya saing, dan menyerap tenaga kerja.

 

Penyaluran kredit

Kelesuan ekonomi tidak hanya menyebabkan NPL melonjak, tetapi juga membuat penyaluran kredit menjadi seret.

Pelaku usaha dan korporasi mengurangi aktivitasnya sehingga permintaan kredit investasi dan modal kerja pun menurun.

Pada akhir Maret 2016, posisi kredit perbankan nasional sebesar Rp 4.000 triliun, turun dibandingkan akhir Desember 2015 yang sebesar Rp 4.058 triliun.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com