Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset PwC: Investor Anggap Kurangnya Insentif Hambat Pertumbuhan Perusahaan

Kompas.com - 23/05/2016, 06:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei global terbaru Pricewaterhouse Coopers (PwC) mengungkapkan perbedaan pandangan antara investor dan pejabat eksekutif perusahaan terkait isu-isu utama seperti insentif kinerja, ketersediaan keahlian utama dan penciptaan nilai.

Dalam riset terbaru ini juga dipaparkan bagaimana pandangan investor tentang bonus, kumpulan SDM dan penciptaan nilai, berlawanan dengan para CEO. Namun para investor sepakat soal ancaman siber dan pasar utama.

Survei global terbaru PwC berlangsung antara September 2015 dan Februari 2016. Studi PwC ini berjudul “Redefining business success in a changing world”.

Studi ini membahas opini dari 438 para profesional investasi termasuk investor dari sisi pembeli maupun penjual dan lembaga pemeringkatan.

Hasilnya kemudian dijadikan acuan perbandingan dengan pandangan 1.400 pejabat eksekutif yang turut serta dalam poling Global CEO Survey PwC baru-baru ini.

Tujuh dari 10 (73 persen) investor yang disurvei meyakini bahwa tujuan perusahaan berpusat pada penciptaan nilai bagi pemegang saham, dibandingkan dengan 16 persen CEO.

Sebanyak 84 persen pejabat eksekutif menyadari bahwa mereka diharapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan secara lebih luas.

Hal ini juga tercermin pada pandangan para CEO (76 persen) dan investor profesional (63 persen) bahwa keberhasilan bisnis di masa depan tidak saja ditentukan oleh laba keuangan.

Survei ini mengamati bahwa lebih banyak dari kalangan investor dibandingkan para CEO yang menganggap insentif yang tidak sejalan akan menjadi hambatan perubahan.

Ketidakselarasan antara kedua pihak tersebut mencerminkan kekuatan perasaaan masing-masing pihak pada aspek tersebut: nyaris separuh (49 persen) investor yang disurvei dalam laporan ini menganggap isu insentif ini sebagai masalah utama dibandingkan dengan hanya 17 persen CEO.

Dalam hal pelaporan remunerasi, investor ekuitas adalah pihak yang besar kemungkinan akan mengidentifikasi insentif kinerja yang tidak sejalan sebagai sebuah isu (42 persen, dibandingkan dengan 28 persen responden penghasilan tetap).

Hasil tersebut mencerminkan adanya ketegangan diantara perusahaan dan pemegang saham, serta keinginan penyedia modal ekuitas untuk diberi kesempatan lebih untuk menentukan strategi perusahaan karena mereka yang harus menanggung risiko residu, menurut PwC.

Hilary Eastman, investor engagement director di PwC, mengatakan investor cenderung bersikap skeptis soal angka remunerasi.

Sementara perusahaan tentunya memiliki visibilitas yang lebih baik tentang bagaimana jajaran manajemen diremunerasikan dibandingkan investor yang hanya dapat melihat dari luar.

Menurut dia, perusahaan-perusahaan ini mungkin harus berbuat lebih agar dapat mengkaitkan kebijakan remunerasi mereka dengan indikator kinerja utama hingga strategi secara keseluruhan dengan manajemen risiko.

Hal ini mengingat tingginya jumlah investor yang berpendapat bahwa perusahaan perlu mengubah cara mereka mengukur keberhasilan dan mempertanggungjawabkan diri mereka sendiri.

“Alternatif lain, jika perusahaan meyakini bahwa kaitan tersebut ada, mereka dapat mencoba menjelaskan kaitan tersebut dengan lebih jelas kepada investor.
“Para investor telah menyampaikan kepada kami sebelumnya bahwa mereka ingin melihat kaitan tersebut secara umum dalam laporan keuangan," ujar dia melalui rilis ke Kompas.com.

Selain itu, nyaris tiga perempat (72 persen) CEO melihat ketersediaan keahlian utama sebagai ancaman terhadap pertumbuhan bisnis dibandingkan dengan kurang dari separuh (48 persen) profesional investasi.

Irhoan Tanudiredja, Senior Partner PwC Indonesia, mengatakan para CEO perlu menghadapi tantangan dengan mencermati apa yang dikatakan perusahaan mereka dan bagaimana mereka mengatakannya.

Perbedaan pendapat antara CEO dan para profesional investasi dapat disebabkan karena tiga hal.

Pertama, celah pelaporan. Sulit bagi perusahaan dan investor untuk menyepakati informasi apa yang diperlukan untuk membentuk opini yang akurat.

Kedua, celah pemahaman. Investor terkadang memiliki fakta yang sama dengan CEO, namun menarik kesimpulan yang berbeda.

Ketiga, celah persepsi. Investor mengetahui fakta yang sama, namun anggapan derajat kepentingannya mungkin berbeda.

Titik Temu

Namun, terdapat juga aspek-aspek yang memiliki titik temu. Investor dan CEO mengidentifikasi pasar utama yang sama, khususnya di AS dan Tiongkok, sebagai kunci pertumbuhan masa depan perusahaan.

Lebih dari separuh (53 persen) profesional investasi dan CEO meyakini bahwa tujuan suatu perusahaan adalah untuk memberikan nilai bagi pelanggan.

Dampak yang ditimbulkan teknologi terhadap kehidupan investor dan CEO juga tercermin pada tingkat kekhawatiran mereka yang relatif tinggi terhadap ancaman siber yang dihadapi bisnis mereka.

Enam dari 10 investor dan CEO memiliki kekhawatiran terhadap ancaman siber. Kekhawatiran ini cukup tinggi khususnya di kalangan investor sisi pembeli (65 persen).

Kompas TV Terlibat Cyber Crime, 86 Warga Tiongkok di Deportasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com