Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kata Pengamat, Praktisi, dan Pengusaha soal Kemelut Daging Sapi

Kompas.com - 29/06/2016, 12:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

Kompas TV Harga Daging Gagal Turun

Misalnya kotoran sapi dapat dimanfaatkan i untuk berbagai keperluan di peternakan tersebut.

"Pengembangan integrasi peternak sapi harus didorong karena akan menciptakan efisiensi, mengingat sebagian besar peternakan sapi dimiliki oleh petani dengan jumlah kecil," ucap Sri Darmono.

Solusi Jangka Pendek Dalam diskusi ini, Fadzri Sentosa, Direktur Komersial Bulog yang juga alumni ITB tahun 1986 menyampaikan beberapa up date informasi mengenai upaya pemerintah mengejar target harga daging sapi di pasaran senilai Rp 80.000/kg.

Salah satu langkah yang segera dilakukan Bulog adalah menambah jumlah impor daging. Bahkan, kata Fadzri, dalam beberapa hari mendatang akan tiba daging kerbau yang diimpor dari India.

"Kebijakan membuka kran impor daging dari India itu dalam rangka mengatasi masalah daging sapi," ucap Fadzri.

Dia mengakui kebijakan tersebut bisa menimbulkan pro kontra di masyarakat karena India tidak bebas dari penyakit hewan, khususnya penyakit mulut dan kuku.

"Tahap pertama akan diimpor sekitar 1.000 ton daging kerbau dari rencana impor 10.000 ton daging dari India. Impor daging itu akan masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok beberapa hari lagi," kata Fadzri.

Diakui bahwa berulangnya masalah harga daging sapi setiap menjelang Lebaran, antara lain, disebabkan karena tak adanya data akurat yang terkait dengan produksi dan kebutuhan sapi, termasuk berapa daging yang harus diimpor.

Impor

Seharusnya perencanaan tersebut dipersiapkan secara matang, setidaknya enam bulan sebelum Lebaran. Sementara itu, Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (Nampa) Ishana Mahisa mengatakan, pemerintah seharusnya tidak membatasi impor daging dengan membebaskan kuota untuk sektor swasta.

Pengaturannya cukup lewat bea masuk. "Kalau pemerintah terlalu banyak ikut campur keadaannya malah makin tidak jelas seperti sekarang," ucap Ishana.

Dikatakan, saat ini produsen sosis, anggota Nampa, sedang kesulitan karena pasarnya direbut produsen sejenis dari negeri jiran, Malaysia.

"Impor sosis dari Malaysia membanjiri pasar kita. Impornya naik sekitar 50 persen. Kita kalah bersaing, karena mereka mengimpor daging murah dari India, sementara kita tak boleh mengimpor dari India," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com