Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Desa: Persoalan Ekonomi di Desa adalah Pengolahan Pasca-panen

Kompas.com - 22/08/2016, 10:00 WIB
Achmad Fauzi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Eko Putro Sandjojo telah resmi menjadi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (DPDTT) sejak dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Juli 2016 lalu.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menggantikan Marwan Jafar, yang juga kader partai tersebut.

Menarik untuk mengetahui apa dan bagaimana program-program yang akan dijalankan oleh pria kelahiran Jakarta, 21 Mei 1965, itu selaku Menteri Desa yang baru.

Apakah Eko, mantan Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk dan Komisaris Independen PT Central Proteina Prima Tbk ini, harus bekerja keras untuk menyesuaikan diri dengan tugas barunya?

Serta bagaimanakah Menteri Eko berencana memecahkan segala macam permasalahan desa? Misalnya, mengenai BUMDes dan pengelolaan dana desa?

Untuk mengetahui pemikiran Menteri Desa yang baru ini, simak wawancara khusus Kompas.com bersama Eko Putro Sandjojo berikut ini: 

Kompas.com (Tanya/T):  Boleh diceritakan, bagaimana proses Pak Eko bisa menjadi Menteri DPDTT?

Eko Putro Sandjojo (Jawab/J): Saya tidak tahu juga. Tahu-tahu suruh datang ke Istana. Tetapi, memang saya di tim transisi lama sama Pak Jokowi. Mungkin background saya lebih di pangan, peternakan. Saya juga tidak tahu dasar penempatan saya di sini. Ini yang pertama jadi pejabat publik.

T: Bagaimana kemudian Bapak menyesuaikan diri jadi pejabat publik? Padahal sebelumnya di korporasi?

J: Harus menyesuaikan banyak hal. Bedanya kalau di swasta lebih gampang bikin aturan (internal), tetapi sekarang sebagai pejabat publik harus sesuai undang-undang. Itu saya harus adaptasi. Kami tidak mau pejabat-pejabat kami jujur tetapi salah administrasi, malah jadi masalah. Kuncinya, kebijakan yang baik bisa dijembatani administrasi yang baik. 

T: Sebagai menteri baru, program-program apa yang akan dijalankan?

J: Tentunya kami harus meneruskan apa yang telah ditetapkan oleh penduhulu. Karena APBN setiap saat tidak bisa diubah. Kami tinggal dorong supaya penyerapan lebih cepat, supaya pemanfaatannya juga lebih tepat sasaran. 

Untuk mencapai itu kami harus libatkan semua pengaku kepentingan. Karena ada 74.754 desa, yang tidak mungkin diatasi sendiri. Setiap saya berkunjung ke lapangan, setiap desa itu unik. Jadi tidak mungkin kami tahu setiap desa kebutuhannya apa. Makanya saya libatkan Gubernur, Bupati, Camat untuk berikan masukan-masukan. 

Seperti contohnya kunjungan ke Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) kemarin. Kami berikan entraktor. Ternyata disitu tanahnya keras, traktor tangan tidak bisa, mesti pakai traktor. Supaya kejadian itu tidak terulang lagi, makanya kami minta masukan itu.

Menurut saya, perbaikan desa itu tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri. Pemerintah hanya menjadi pemberi stimulus agar pemangku kepentingan di negara ini mau turun membangun desa.

Arahan Presiden, agar semua kementerian bersinergi. Misalnya, untuk membangun daerah pertanian yang tahu kan Kementerian pertanian. Konsultasi ke Menteri Pertanian, program-program apa yang belum dijalankan. 

Desa perlu juga infrastruktur untuk micro-financing, Nah itu kami kerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), supaya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)  bisa kerja sama dengan bank-bank BUMN. BUMDes bisa jadi channel link untuk menyalurkan KUR (kredit Usaha rakyat).

Kami juga akan bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengangkat BUMDes yang sukses. Karena BUMDes yang sukses tidak perlu dinvestasi lagi.

Nah ini ada beberapa BUMdes yang sukses, akan kami jadikan model sekaligus training center. Jadi desa-desa lain bisa lihat. Kami akan kirim mereka untuk belajar, kami biayai, nantinya pulang membawa pengetahuan. Daripada kami bikin training center modulnya belum tentu cocok. 

Saya lihat di desa juga belum fokus produk-produk tertentu. Jadi desa kadang-kadang tanam bawang, kadang tanam cabe. Jadi kalau orang mau cari susah, udah mau cari bawang di desa ini udah tanam cabai. Harusnya seperti pasar Tanah Abang. seluruh dunia tahu Tanah Abang itu gudang tekstil. Jadi walaupun ruko kecil omzetnya besar, karena fokus. 

Jadi saya ingin berdayakan setiap kecamatan punya satu produk unggulan. Sehingga pengusaha-pengusaha secara ekonomi lebih feasible untuk investasi pengolahan pascapanen. Karena persoalan di desa ini pengolahan pascapanen. Waktu panen prosesnya butuh waktu, sehingga kualitas turun harganya jadi murah. 

Agar ada investasi pengolahan pasca-panen, desa harus punya skala ekonomi yang cukup. Jadi itu yang kami dorong sekarang.

Sementara itu, untuk desa-desa yang tertinggal tentunya infrastruktur dasarnya dulu yang kami bangun. 

T: Apakah program-program tersebut akan didanai oleh Dana Desa atau dana tersendiri?

J: Tidak. Dana desa itu yang berhak pemakainya adalah musyarawarah desa. Jadi kalau kami melakukan intervensi itu secara hukum salah. Tetapi kami menyadari bahwa di beberapa desa kemampuan musyawarah desa masih ada masalah. Nah itu kami kasih insentif dengan libatkan Gubernur, Bupati, Camat.

Misalnya kami kasih insestif jagung. Artinya, yang mau tanam jagung kami kasih insentif  Kredit Usaha Rakyat (KUR). Jadi orang berlomba-lomba untuk tanam jagung, tanam bawang, dan sebagainya.

T: Kementerian Desa apakah ada arahan khusus untuk melakukan pemetaan desa tersebut?

J: Kami cuma mengarahkan setiap Kecamatan harus punya produk unggulan. Produk unggulannya apa yang lebih tahu camatnya itu sendiri. Nanti bisa di bantu oleh Kementan, Kemenkop dan UKM, dan Kementerian Pariwisata. Itu yang kami dorong. Jadi kami menjadi stimulus untuk memfasilitasi desa-desa.

T: Dari program-program tersebut, mana yang jadi program unggulan Kementerian Desa saat ini?

J: Seperti yang saya katakan tadi desa itu macam-macam, tidak bisa menentukan desa ini butuh apa. Kami tinggal dorong saja, tinggal bantu dengan pembentukan BUMDes, infrastruktur dasar, atau lainnya.

Ingat, dana untuk desa bukan dari dana desa saja tetapi juga ada dana dari Direktorat Jenderal lain yang membantu infrastruktur dasar di desa. Kalau di luar tupoksi, kami bisa minta tolong ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPERA)

T: Apakah ada program khusus untuk meningkatkan perekonomian di desa?

J: Kami hanya memfasilitasi terbentuknya lembaga usaha di level desa. Kami sudah berhubungan dengan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Jadi kami sosialisasi supaya pengusaha-pengusaha bisa masuk ke desa. Nanti kami bisa bantu kemudahan-kemudahan untuk pengusaha yang ingin investasi di desa seperti pemberian kredit. Izin-izinnya juga lebih gampang, nanti dibantu oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

T: Boleh dielaborasi, seperti apa rencana pengusaha masuk desa?

J: Sarana pasca-panen mau tidak mau harus jalan. Prioritas kami berikan ke BUMN, karena tidak mungkin desa mampu bangun sarana pasca-panen. Bentunya bisa cold storage, gudang, pengeringan, pokoknya macam-macam. Itu kan investasi puluhan miliar.

T: BUMN mana saja yang diajak masuk membangun desa?

J: Pertama, Bulog, untuk petani mencari bibit tanaman komoditasnya. Kemudian Pertamina, karena BUMDes bisa jualan gas. Jadi kalau yang jualan BUMDes tidak mungkin gasnya dicolongin kan?.

Kemudian, Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) juga bisa masuk di pengolahan pasca-panen. Kami buat kawasan tebu yang nanti RNI bisa masuk.

Tetapi Indonesia besar, swasta aja yang masuk rebutan kalau ada barangnya. Kalau ada kompetisi, petani semakin diperhatikan. Kalau sarana pasca-panen banyak petani juga tidak terlalu ditekan. 

Seperti di Lampung, kenapa harga jagung selalu bagus? Karena pengeringan di Lampung banyak. Sepanjang jalan petani itu isinya pengeringan semua. Makanya petani tidak pusing, jagungnya bisa sukses.

T: Apakah ada tonggak sejarah baru yang ingin Anda capai sebagai Menteri Desa? 

J: Milestone yang saya lakukan adalah BUMDes-BUMDes yang bagus itu kami sempurnakan. Nantinya saya akan pakai untuk pelatihan di daerah desa belajar disitu.

Ada banyak BUMDes yang bagus. Di Jawa Tengah itu ada beberapa. Lampung juga ada, Aceh pun juga ada sampai mereka ekspor kopi ke Meksiko.

Kalau di Garut itu unik, satu kecamatan pemiliknya desa-desa, kepala desa jadi komisaris. BUMDesnya kerja sama dengan swasta bikin katering untuk industri disitu. Pegawainya ada 300 orang. Asetnya juga udah miliaran. Mereka bisa membangun keuntunganya sarana air minum sendiri. Nah itu yang model seperti itu yang kami tiru.

Satu lagi BUMDes di Garut ada sekolah untuk tukang cukur. Nah itu lebih sosial tuh karena sekolahnya gratis. Nah itu dilatih jadi tukang cukur hanya standar. Mereka minta dari Kemendes bantu guru Bahasa Inggris disitu, sehingga tukang cukur bisa berbahasa Inggris dan cukur di hotel berbintang atau mungkin bisa jadi tukang cukur di Singapura.

Sekolah cukurnya punya BUMdes dan itu produknya hasilkan ratusan tukang cukur. Tempatnya juga masih sederhana terbuka, ada gurunya dan alat peraganya. Nah ini karena kami libatkan pemerintahan daerah untuk  sediakan guru Bahasa Inggris. Mereka juga minta tempatnya lebih layak lagi.

T: Apakah perlu Pilot Project untuk milestone tersebut?

J: Kami tidak ada pilot project. Kami sekarang identifikasi bersama Kementerian Koperasi dan UKM, serta Gubernur-gubernur. BUMDes yang sudah maju dan kami jadikan model.

Karena BUMDes macamnya banyak tidak satu macam. Nanti tiap daerah kami lihat dan lakukan training serta koordinasi di BUMDes yang sudah jadi. Rata-rata kalau saya ke daerah, Gubernurnya minta daerahnya jadi Provinsi Percontohan.

T: Selain mendorong pengusaha masuk desa, apa ada upaya mendorong birokrat masuk desa?

J: Tadinya saya pikir begitu, tetapi setelah saya ketemu dengan salah satu birokrat, dedikasinya bagus dan yang penting pentunjuknya jelas. Mereka lebih canggih daripada swasta. Kami bantu untuk network juga di luar birokrasi. 

T: Apa saja permasalahan di desa-desa, saat ini?   

J: Permasalahan di desa itu beda-beda, makanya kami tidak punya program-program nasional. Kami harus mendengarkan pemimpin-pemimpin desa disana. 

Selain itu, dana alokasi desa bukan dari pusat saja. Pemerintah Pusat hanya kasih Rp 600 juta-Rp 800 juta per desa. Tetapi dari provinsi ada yang kasih Rp 500 juta-Rp 600 juta. Kalau dari kabupaten itu besar, dari Rp 200 juta- Rp 1 miliar.

Peruntukan pertama dari dana desa yakni untuk membangun infrastruktur. Kedua, untuk pengembangan pemberdayaaan ekonomi di desa. Banyak daerah, terutama di Jawa, yang infrastruktur udah cukup. Jadi jangan dipaksakan untuk bangun infrastruktur lagi. Tetapi lebih dipaksakan untuk pengembangan ekonomi desa. 

Dana Rp 1 miliar itu sebenarnya kecil untuk pembangunan ekonomi desa. Karena banyak daerah yang tidak dipaksakan untuk pertanian.

Jadi kami harus membuat suatu jasa atau industri kecil di daerah itu. Itu kami akan jadikan stimulus targetnya setiap desa nantinya punya lembaga keuangan yang bekerja sama dengan bank-bank untuk salurkan KUR.

Banyak bank yang sulit salurkan KUR, tetapi banyak masyarakat juga sulit dapatkan KUR karena kurang informasi. 

Untuk pengembangan BUMDes, kami akan kerja sama dengan Bank BUMN. Ibu Menteri Rini Soemarno juga mendukung supaya BUMDes bisa jadi channel link untuk salurkan KUR. Nantinya koperasi juga kami hidupkan. 

T: Menurut Anda, berapa besaran dana ideal untuk sebuah desa?

J: Sebenarnya kalau dihitung tidak ada idealnya, tetap masih kurang. Tetapi Rp 1 miliar bisa kami alokasikan untuk agen penyaluran KUR. Nah KUR bisa puluhan miliar.

Tahun depan kami dipatok anggarannya hanya Rp 71 triliun. Kalau dibilang cukup ya nggak cukup, tetapi kemampuan negara ya segitu ya mau gimana lagi? Makanya kami harus cari cara, bagaimana supaya stakeholder lain bisa masuk ke desa. 

Kuncinya, kami mesti memberdayakan potensi masyarakat bisa masuk ke desa. Nanti kalau desanya maju itu otomatis enterpreneur terbentuk. Misalnya kalau desanya maju kalau infrakstruktur finansialnya udah ada masyarakat bisa ajukan kredit untuk sewa truk, bisa ajukan kredit kepada warung. Nah, seperti itu udah berkembang.

Seperti kemarin ada transmigran teladan, saya terkejut ada transmigran yang tiga tahun lalu jadi tukang batu di Jakarta tetapi sekarang punya pendapatan Rp 750 juta per tahun. Lebih besar dibandingkan gaji Menteri. Ternyata dia tetap tanam komoditi dan dia punya jiwa entrepreneur, mengorganisir petani lain untuk jual hasil panen ke pasar-pasar. Itu daerah yang paling tertinggal. 

T: Program Kementerian Desa yang baru lebih ke pendekatan bisnis, apakah stakeholder lain sudah siap?

J: Ya kami mesti kawal, mesti komunikasi ke mereka lagi. Saya rasa kesiapan mereka beda-beda, jadi tugas kami mengawal daerah-daerah yang belum siap.

Kami juga akan jadikan daerah siap untuk jadi contoh.  Karena kalau kami bikin program baru belum tentu berhasil. Kenapa yang ada tidak kami manfaatkan?

Saya hampir tiap minggu ke desa. Tim saya sedang cari desa yang jelek dan desa yang bisa jadi contoh. Kemarin saya sudah beberapa desa di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Bahkan sampai 17 Agustus pun saya di perbatasan Timor Leste di Belu. Minggu depan ke Jawa Timur atau Riau. Kemudian Insya Allah saya lebaran Idul Adha di Lebak, Pandeglang. 

Belajar dari Presiden, beliau turun ke desa ya kami harus turun juga. Karena benar kalau turun ke desa kami banyak tahu dan dengar. 

T: Apa keluhan masyarakat saat turun ke desa?

J: Banyak, seperti kendala pencairan dana desa. Kan pencairan dana desa bertahap. Pencairan tahap kedua tidak akan keluar jika laporan tahap pertama tidak selesai. Tadinya kami pikir Lurahnya akan bergerak. Tetapi ternyata tidak. Lurahnya belum siap. Sehingga kami buat program pengelolaan keuangan negara untuk level Kepala Desa. 

T: Bagaimana nasib program transmigrasi? Apakah program ini berjalan?

J: Berjalan. Cuma kami ingin sempurnakan agar lebih terintegrasi. Selama ini kami putus pembangunan infrastruktur, sarana produksi tetapi tidak ada sarana pasca-panen. Pemerintah punya dana ke situ nanti kami libatkan pihak ketiga untuk masuk invetasi sarana pasca-panen.

T: Di mana saja daerah transmigran yang paling banyak?

J: Transmigran itu yang sukses banyak. Daerah-daerah transmigran di luar Jawa itu banyak. Ada dua daerah transmigran yang jadi ibukota provinsi. Ada 140 daerah transmigran yang jadi ibukota kabupaten. Ada 1.148 daerah transmigrasi yang menjadi desa-desa. Jadi banyak contoh transmigran yang sukses. 

Dan juga ada banyak anak transmigran yang jadi kepala daerah. Seperti Gubernur Bali itu anak transmigran. Salah satu Doktor di Universitas Brawijaya, Sri Wahyuni, yang kembangkan biogas itu, anak transmigran dari Pulau Buru. 

T: Dengan adanya pemangkasan anggaran, apakah program-program Kementerian Desa bisa terus berjalan?

J: Kami hargai dulu semangat dibalik pemangkasan anggaran ini, yakni membuat market jadi confidence. Artinya sejak dijalankan, rupiah juga menguat, indeks menguat.

Paling penting bagi kami, rupiah menguat sehingga dana desa nilainya lebih besar. Hal itu lebih baik daripada kami dananya banyak tetapi rupiah melemah, jadi tidak ada nilainya.

Dari kementerian kami bisa siasati, misalnya dana-dana yang tidak menyentuh desa seperti traveling, seminar-seminar itu bisa dipotong.

Kami juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi lain misal dalam bentuk CSR. Jangan kasih dana, tetapi pelatihan-pelatihan.

T: Apakah ada upaya untuk meningkatkan transparasi penggunaan anggaran?

J: Transparasi itu penting untuk menjaga transparansi dan kredibilitas.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah saya perdayakan Inspektur Jenderal supaya intensif untuk audit. Kedua, empat hari saya jadi Menteri saya langsung berkunjung ke KPK. Saya minta masukan dan KPK akan dukung kekurangan kami apa, mereka juga bantu kami bikin aplikasi. 

Ketiga, perketat pengawasan. Saya percaya kesalahan anak buah adalah kesalahan pimpinan. Anak buah bisa berbuat salah karena pengawasan kurang. Pengawasan selain internal, saya juga libatkan pihak ketiga seperti KPK, BPK, BPKP, termasuk media.

T: Apakah Nahdlatul Ulama (NU) mendukung program-program yang dijalankan?

J: Mendukung, partai tidak intervensi kok, karena partai menempatkan kader di Kementerian artinya sudah merelakan kadernya milik negara Indonesia. Kalau kadernya sukses pasti partai benefit dong. Mudah-mudahan lebih banyak lagi kader yang bisa masuk ke pemerintahan.

T: Bagaimana berhubungan dengan partai lain saat menjalankan program?

J: Ke Jawa Tengah, Gubernurnya PDIP saya didukung. Ke NTT juga didukung. Ke Jawa Barat Gubernurnya PKS, saya didukung. Begitu juga di Garut, Bupatinya Gerindra, saya didukung.

Karena kami sudah melepaskan baju partai. Semua tujuannya sama, yakni memberdayakan ekonomi pedesaan. Bagaimana mengeluarkan mereka dari kemiskinan.

T: Apa harapan Anda sebagai Menteri Desa, untuk ke depan?

J: Harapannya, bersama dengan media ikut mengkampanyekan dan menyosialisasikan desa yang sukses. Keberhasilan ekonomi desa bisa secara nyata diperlihatkan, sehingga bisa meningkatkan konsumsi Indonesia.

Konsumsi naik, otomatis akan menggerakkan roda ekonomi Indonesia. Desa yang sukses tidak hanya pemerintah saja tetapi semua stakeholder seperti pengusaha, swasta, termasuk juga media.

Kompas TV Menteri Desa Datangi KPK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com