Beberapa kali saya mendapatkan oleh-oleh dari kolega yang baru pulang dari luar negeri berupa makanan ringan. Mulai dari cokelat sampai makanan tradisional negara tersebut.
Biasanya saya tak langsung membuka kemasan oleh-oleh tersebut. Saya merasa sayang untuk membuka oleh-oleh tersebut karena terpesona oleh “kecantikan” kemasannya.
Bahkan ada oleh-oleh cokelat dari Perancis yang sampai hari ini kemasannya hanya saya pajang di meja kerja saya, tidak saya buka. Padahal cokelat tersebut sudah lewat masa kedaluwarsanya.
Kemasan, atau juga dikenal dengan istilah packaging merupakan alat untuk melindungi, dan tentunya membantu penjualan produk. Packaging merupakan saluran komunikasi pemasaran terakhir dari perusahaan kepada calon pembeli.
Untuk kategori consumer goods, pada kemasanlah perusahaan dapat menginformasikan secara detail konten dan benefit dari produk tersebut.
Moriarty (2009) bahkan mengatakan, “Jika Anda tidak punya anggaran iklan yang banyak, Anda harus berjuang agar produk Anda memancarkan citra yang bagus di rak-rak toko.”
Artinya display atau rak di toko merupakan arena pertempuran terakhir dari merek-merek yang bersaing untuk menarik perhatian calon pelanggan. Saya sering menyebut packaging sebagai gadis manis yang menjaga sebuah merek.
Packaging sering disebut dengan penjual yang diam, the silent salesman! Justru packaging harus mampu berkomunikasi dalam diamnya.
Packaging harus mampu bersaing walau tidak didampingi oleh para tenaga penjual. Yang sering terjadi justru iklan televisi yang mahal terlupakan karena persaingan yang seru di antara tata letak dan desain packaging.
Packaging & POP: duet maut!
Point of Purchase merupakan sebutan untuk berbagai material komunikasi di tempat pembelian. POP dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian:
Dalam pasar moderen, POP merupakan media yang cukup efektif “mengganggu” calon pembeli untuk menentukan keputusan membeli.
Seringkali penempatan POP yang tepat dapat mengubah ingatan calon pembeli akan merek yang dilihatnya di iklan televisi, dan menggantinya dengan merek yang lebih terjangkau pada POP tersebut.
Hal itulah yang menyebabkan banyak perusahaan yang berlomba-lomba menempatkan POP-nya pada area kasir. Tempat tersebut merupakan medan pertempuran favorit terakhir sebelum pembeli meninggalkan area toko.
Kolaborasi antara kekuatan packaging dan POP merupakan sebuah duet maut yang mampu melakukan switching keputusan membeli. Kekuatan ini sangat disadari oleh banyak perusahaan sehingga jika kita datang ke sebuah pasar swalayan akan kita temukan banyaknya display tambahan di luar shelf yang memang sudah disediakan.
Display tambahan yang berdiri di tengah-tengah lorong pasar swalayan sering disebut dengan island display.
Packaging mempunyai kelemahan jika terjadi salah penempatan. Calon pembeli pada umumnya akan mendatangi shelf yang berada pada jangkauan penglihatannya.
Hal ini dikenal dengan istilah eye-level, dan berada pada bagian shelf yang sejajar dengan pandangan calon pembeli. Kekuatan packaging akan menjadi sia-sia jika packaging tersebut ditempatkan terlalu atas atau terlalu bawah sehingga sulit terjangkau dan tidak terlihat dengan jelas.
Saat ini, mengingat semakin tingginya pula persaingan di antara packaging dan POP maka telah muncul pula berbagai in-store agency specialist.
Bukan hanya ide desain dan komunikasi yang dikembangkan oleh agency jenis ini, namun juga munculnya berbagai teknologi yang mendukung penjualan. Sehingga saat ini dapat ditemukan packaging dan POP yang interaktif dan menggunakan audio visual bahkan aroma penciuman.
Dalam aktivitas komunikasi pemasaran, penggunaan packaging, POP dan tenaga penjual (sales promotion girl/boy) pada area pasar swalayan merupakan hal yang penting dalam mendongkrak penjualan.
Masing-masing elemen komunikasi pemasaran punya peran yang sama pentingnya. Packaging yang cantik berfungsi sebagai pembeda dari produk kompetitor, POP berfungsi menarik perhatian calon pembeli dari kejauhan, dan SPG/SPB berfungsi “memaksa” calon pembeli untuk mencoba produk tersebut.
Packaging, lintas ilmu satu tujuan
Proses pembuatan packaging melibatkan banyak pihak. Bagian pemasaran menentukan tujuan dari pembuatan packaging tersebut, orang komunikasi mengemas pesan yang sesuai untuk packaging tersebut, bagian desain yang menentukan ukuran, jenis huruf dan warna yang sesuai untuk packaging tersebut.
Walau demikian, semuanya punya satu tujuan yang sama: produk harus dibeli!
Packaging yang baik harus berhasil membuat dirinya terpisah dari kompetitor walau ditempatkan pada shelf yang sama. Packaging harus mampu membuat calon pembeli mencoba isi yang ada dalam packaging tersebut.
Sebuah packaging yang kita lihat sesungguhnya mempunyai proses panjang dalam pembuatannya. Shimp (2003) menyebutkan ada lima tahapan dalam proses pembuatan desain packaging:
Persaingan yang sengit di antara packaging sering membuat sebuah merek berganti packaging dengan tujuan penyegaran dan pembaharuan. Sebuah merek yang tidak menyesuaikan desain packaging dengan tren yang ada akan disebut kuno dan ketinggalan zaman. Lain hal memang jika “kekunoan” tersebut menjadi keunikan dan daya jual dari merek tersebut.
Sebelum merek mengganti packaging yang ada, maka diperlukan sebuah evaluasi untuk packaging yang telah ada. Shimp (2012) menggunakan Model VIEW dalam mengevaluasi sebuah packaging.
Model VIEW tersebut merupakan akronim dari:
Dengan melihat Model VIEW di atas, mari kita ambil satu packaging yang ada di dekat kita. Mari kita analisis apakah empat hal tersebut telah terpenuhi oleh packaging yang Anda pegang?
Jika tidak, tentu Anda akan bertanya-tanya, “Lalu kenapa saya masih membeli produk ini?” Nah, itulah keajaiban sebuah packaging.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.