Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Sri Mulyani dan Luka Lama yang Terkoyak

Kompas.com - 01/12/2016, 07:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

CITRA Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan sejatinya mulai terangkat sepanjang 2016 ini. Pandangan sinis masyarakat terhadap pegawai pajak yang kaya-raya dan hidup mewah perlahan mulai meredup.

Adalah program pengampunan pajak atau tax amnesty yang menjadi titik balik mulai kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap aparat pajak.

Banyak pihak yang awalnya skeptis dan meragukan keberhasilan program tax amnesty, belakangan justru memuji Ditjen Pajak yang dianggap berhasil melaksanakan tax amnesty sehingga Indonesia pun tercatat sebagai negara tersukses yang pernah menerapkan program pengampunan pajak.

Hingga hari ini (1/12/2016), jumlah harta yang dilaporkan telah mencapai Rp 3.964,5 triliun, yang berarti hampir menyentuh target sebesar Rp 4.000 triliun. Adapun uang tebusan yang masuk ke kas negara senilai Rp 95,16 triliun.

Masyarakat tak sekadar melihat dari angka-angka uang tebusan, pelaporan harta, dan dana repatriasi yang terkumpul, tetapi juga bagaimana etos kerja dan komitmen pegawai pajak dalam melaksanakan program tax amnesty.

Selama program tax amnesty yang dimulai Juli 2016, kerja keras hingga larut malam menjadi makanan sehari-hari pegawai pajak di seluruh Indonesia. Tentu banyak yang telah dikorbankan oleh mereka, terutama waktu untuk keluarga.

Namun, bagai tsunami, kasus tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno seolah menyapu seluruh citra baik Ditjen Pajak yang mulai terbangun.

Handang diduga menerima suap Rp 1,9 miliar dari Direktur PT EK Prima Raj Rajamohanan Nair agar menghapus surat tagihan pajak (STP) PT EK Prima tahun 2015-2016 sebesar Rp 78 miliar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani terpukul bukan main. Di satu sisi, secara moral, ia memikul beban karena bagaimanapun Handang Soekarno adalah anak buahnya meskipun bukan tanggungjawabnya secara langsung.

Di sisi lain, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu geram bukan main karena di tengah upayanya membangun integritas dan reformasi birokrasi Kemenkeu, ada “pengkhianat” yang mencoba merusaknya.

Perempuan yang biasa disapa Ani itu menyadari, kasus dugaan korupsi Handang akan kembali meruntuhkan moral para pegawai pajak. Karenanya, pada hari itu juga ia langsung menulis surat bertulisan tangan kepada jajaran pegawai Ditjen Pajak.

“Besok pagi kita akan tetap berdiri tegar, menatap dengan percaya diri bahwa kita semua mampu membangun Kementerian Keuangan yang dapat dipercaya dan dibanggakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia,” demikian penggalan dari surat bertanggal 22 November 2016 tersebut.

 

Dok. Istimewa Surat Sri Mulyani untuk pegawai pajak

Mengoyak luka lama

Kasus dugaan korupsi yang dilakukan Handang, pejabat eselon III Ditjen Pajak seolah mengoyak luka lama yang mendera Ditjen Pajak selama bertahun-tahun.

Beberapa kali pegawai pajak tersandung kasus korupsi. Nilainya tak tanggung-tanggung, ada yang mencapai ratusan miliar rupiah. Pegawai pajak yang korupsi juga ada yang terlibat pencucian uang.

Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pernah menyebutkan Ditjen Pajak menjadi salah satu institusi yang banyak menyumbang transaksi keuangan mencurigakan.

Peluang korupsi di Ditjen Pajak memang cukup besar. Maklum, institusi ini mengelola dana ribuan triliun rupiah. Apalagi godaannya sangat besar karena menawarkan imbalan miliaran rupiah, jauh di atas gaji pegawai pajak.

Korupsi pajak makin marak karena masih banyak wajib pajak baik pribadi maupun perusahaan  yang gemar mengemplang pajak dengan merekayasa Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dan laporan keuangan.

Ketika kecurangan ini terdeteksi oleh petugas pajak, kerap terjadi hanky pangky antara pegawai pajak dan wajib pajak. Daripada membayar uang yang besar untuk melunasi kekurangan pajak,  lebih baik membayar lebih sedikit dengan menyuap pegawai pajak.

Salah satu kasus korupsi pajak yang fenomenal adalah kasus Gayus HP Tambunan, pegawai pajak yang bertugas sebagai pelaksana pada direktorat keberatan dan banding Ditjen Pajak.

Kasus Gayus membuka mata semua pihak termasuk presiden  betapa dahsyatnya korupsi pajak. Bagaimana tidak, Gayus yang notabene merupakan pegawai muda sudah menyimpan kekayaan hingga ratusan miliar rupiah.

Saking besarnya kekayaan Gayus, ia bisa menyuap siapa saja termasuk penegak hukum, Bahkan ketika dipenjara, ia masih sempat melancong ke Pulau Bali untuk menonton turnamen tenis.

Korupsi pajak juga dilakukan Bahasyim Assifie saat menjadi Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII. Kekayaannya mencapai Rp 60 miliar. Selain korupsi, Bahasyim juga terbukti melakukan pencucian uang.

Pemeriksa pajak Dhana Widyatmika dan Herly Isdiharsono juga terjerat kasus korupsi. Dhana yang menjadi koordinator pelaksana PPh badan di KPP Pancoran Jakarta awalnya mendapatkan laporan mengenai kesalahan pajak PT Kornet Trans Utama.

Dhana dan timnya menuding PT Kornet tidak memakai laporan keuangan yang benar karena Dhana juga mengantungi laporan keuangan versi yang lain.

Berdasarkan versi laporan keuangan yang diperoleh Dhana, ada selisih pembayaran pajak yang besar dengan yang sudah dibayar Kornet.

Kemudian Dhana menawarkan "bantuan", PT Kornet tak perlu membayar kekurangan pajak yang besar asalkan memberikan imbalan ke Dhana sebesar 1 miliar. Namun tawaran itu ditolak PT Kornet yang  bersikukuh tidak bersalah. PT Kornet mengajukan banding dan menang.

Lain lagi modus yang dilakukan pegawai pajak Muhammad Dian Irwan Nuqisra dan Eko Damaryanto. Sebagai penyidik pajak di Kanwil Pajak Jakarta Timur, Dian dan Eko biasa mendapatkan laporan mengenai indikasi tindak pidana yang dilakukan wajib pajak.

Setelah mendapat laporan awal, penyidik pajak biasanya akan melakukan pemeriksaan bukti permulaan. Dalam pemeriksaan ini, biasanya penyidik pajak akan menemukan penyimpangan-penyimpangan lain yang dilakukan wajib pajak.

Dengan banyaknya temuan tersebut, tentu saja kekurangan pajak yang harus dibayar semakin besar karena dendanya berlipat-lipat.

Dalam situasi inilah, Dian dan Eko menawarkan "bantuan". Mereka menjanjikan akan menghentikan pemeriksaan, jika mendapatkan kompensasi imbalan miliaran rupiah. Bagi wajib pajak, uang suap miliaran rupiah ini tentu saja ringan jika dibandingkan dengan kekurangan dan denda yang harus dibayar yang bisanya mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.

Modus pemerasan terhadap wajib pajak juga dilakukan Pargono Riyadi, penyidik pajak pada Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Pusat. Majelis Hakim Tipikor Jakarta akhirnya menjatuhkan pidana penjara kepada Pargono selama 4 tahun 6 bulan.

Reaksi keras

Kasus Handang Soekarno tak hanya mengoyak luka lama, tetapi juga pukulan keras bagi Ditjen Pajak yang dalam dua tahun terakhir tengah berjuang meningkatkan penerimaan pajak.

Hingga September 2016, penerimaan pajak dalam negeri hanya Rp 871,2 triliun, atau 58 persen dari target dalam APBN-Perubahan 2016 yang sebesar Rp 1.503,3 triliun.

Sri Mulyani sudah memperkirakan penerimaan pajak tak akan mencapai target APBN-P. Menurut hitung-hitungan Kemenkeu, akan terjadi shortfall  sebesar Rp 219 triliun dari target.

Karena itulah,  Sri Mulyani akhirnya memangkas belanja negara 2016 sebesar Rp 137,61 triliun. Pemangkasan dilakukan terhadap anggaran pemerintah pusat sebesar Rp 64,71 triliun dan anggaran transfer daerah senilai Rp 72,9 triliun.

Kondisi itu menggambarkan beratnya mengais pajak saat ini di tengah pelemahan ekonomi domestik dan global.

Tekanan terhadap Ditjen Pajak makin berat karena rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) Indonesia hanya sekitar 11 persen. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara tetangga yang kondisi ekonominya setara dengan Indonesia, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand yang tax ratio-nya rata-rata mencapai 20 persen.

Kemenkeu/M Fajar Marta Perkembangan Rasio Pajak terhadap PDB

Rendahnya rasio pajak Indonesia terjadi karena besarnya kebocoran pajak. Penyebab bocornya pajak macam-macam mulai dari rendahnya kepatuhan pajak hingga korupsi pajak.

Karena berbagai tekanan itulah, Sri Mulyani bereaksi keras terhadap kasus Handang Soekarno. Saking geramnya, Sri Mulyani mengatakan, kalaupun gaji pegawai pajak dinaikkan 1.000 persen, tetap tak akan menyurutkan pegawai yang tamak untuk korupsi.

Ia pun ragu untuk tetap mendorong Ditjen Pajak menjadi lembaga negara tersediri, terpisah dari Kemenkeu apabila korupsi masih marak terjadi.

Di ujung semua kekecewaannya, Sri Mulyani akhirnya membentuk tim reformasi pajak untuk merombak total sistem internal pajak agar tak ada lagi kasus korupsi. Langkah ini merupakan terobosan yang tak pernah dilakukan sebelumnya.

Tim reformasi pajak akan berisi tokoh-tokoh berintegritas termasuk KPK. Kita berharap tim ini mampu membuat sistem yang bisa menutup seluruh celah korupsi. Jika Ditjen Pajak berintegritas tinggi, rakyat tentu makin semangat membayar pajak.

Semangat Bu Ani...!

 

Kompas TV Akibat Ditjen Pajak Tersangkut Suap
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Whats New
IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com