Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minyak Indonesia Habis 12 Tahun Lagi, Krisis Mengintai Anak dan Cucu

Kompas.com - 02/12/2016, 18:30 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Cadangan minyak di perut bumi Indonesia, tanpa ada eksplorasi baru, diprediksi akan habis 12 tahun-15 tahun lagi. Sementara itu, perkembangan energi non-fosil di Indonesia masih minim.

Hal itu diperparah dengan terus naiknya tingkat konsumsi minyak nasional. Saat ini saja angkanya sudah mencapai 1,6 juta barrel per hari (BPH).

Adapun produksi minyak hanya 600.000 BPH-800.000 BPH. Ketidakseimbangan antara produksi minyak yang terus turun dengan konsumsi dalam negeri yang terus naik membuat impor tidak bisa terelakkan.

Diprediksi, angka impor minyak akan terus membengkak dari tahun ke tahun hingga mencapai 1 juta BPH-2 juta BPH pada periode 2020-2025 mendatang.

“Jelas ini sangat mengkhawatirkan,” ujar pengamat energi sekaligus Direktur Indonesian Resources Studies Marwan Batubara kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (1/12/2016) malam.

Kekhawatiran itu cukup beralasan. Apalagi pemerintah dinilai belum menunjukkan keseriusan mengembangkan energi di luar minyak bumi.

Padahal, ada potensi besar mengembangkan industri gas, energi geotermal atau panas bumi untuk listrik, dan bioetanol untuk bahan bakar.

Sayangnya, keseriusan itu dinilai belum tampak. Bahkan ia juga menyoroti dana subsidi BBM yang dipangkas pemerintah belum terasa mengalir untuk pengembangan energi terbarukan.

Begitu juga anggaran di Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, serta Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM justru dipangkas pada APBN-P 2016. Berbagai persoalan di sektor energi itu harus segera diselesaikan.

Sebab, generasi yang akan datang akan menanggung beban berat akibat persoalan itu.

“Kita akan mengalami krisis energi,” ucap Marwan.

Indonesia diyakini akan terus tergantung dengan impor minyak bila tidak ada keseriusan mengembangkan energi baru terbarukan. Akibatnya, devisa negara akan terus terkuras hanya untuk impor minyak.

Kenaikan harga minyak dunia ke angka 80 dollar AS-100 dollar AS per barrel seperti beberapa tahun silam masih menjadi bayang-bayang.

Bila itu terjadi lagi, maka pemerintah harus mengeluarkan lebih banyak rupiah untuk impor minyak.

Sedangkan dari sisi APBN, pemerintah sudah kepayahan meningkatkan penerimaan negara di tengah lemahnya pertumbuhan ekonomi global, anjloknya harga komoditas, hingga gejolak pasar keuangan.

Padahal, APBN adalah ruh perekonomian dan pembangunan bangsa.

“Akhirnya, krisis energi bisa membawa atau menggiring kita pada krisis ekonomi. Kenapa? Itu karena kita sangat tergantung ke impor,” kata Marwan.

(Baca:  Krisis Energi Mengancam, Ini Langkah Antisipasinya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com