JAKARTA, KOMPAS.com - Gelaran pilkada serentak sudah jauh-jauh hari diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Namun Badan Pusat Statistik (BPS) tidak terlalu yakin akan hal itu.
"Kalau pilkada menurut saya size-nya kecil," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Kamis (15/2/2017).
Setidaknya, ada beberapa sebab yang melandasi hal itu. Pertama, BPS menilai pilkada serentak tidak mencakup keseluruhan wilayah Indonesia, hanya 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten.
Sementara itu, Indonesia sendiri memiliki 34 provinsi dengan jumlah kabupaten atau kota mencapai 514. Lantaran hal itu, BPS menduga proporsi pilkada serentak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tidak besar.
Kedua, BPS menilai kampanye Pilkada serentak tidak banyak melibatkan masyarakat. Kampanye justru banyak dilakukan melalui media atau media sosial.
Selama ini, kontribusi pemilu terhadap pertumbuhan ekonomi justru terjadi lantaran melibatkan banyak massa. Dengan begitu, tingkat konsumsi sebagai salah satu komponen penting pertumbuhan ekonomi juga meningkat.
"Yang beli kaos tadinya ramai, sekarang juga sedikit. Kami lihat banner atau poster tidak terlalu banyak. Kemudian dampak konsumsi makanan, saya lihat juga belum, tidak terlalu banyak (sekarang)," sambung dia.