Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Perekonomian Makin Pulih, Fundamental Kian Kuat

Kompas.com - 23/05/2017, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorM Fajar Marta

Situasi yang kontras tengah berlangsung di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Di sisi sosial dan politik, Indonesia tengah didera sejumlah persoalan serius terkait nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan. Akibat situasi ini, kohesi nasional sedikit merenggang. Bisa dibilang, saat ini kebhinekaan Indonesia sedang diuji.

Namun, di sisi ekonomi, Indonesia justru panen keberhasilan. Salah satu yang fenomenal adalah suksesnya Indonesia mendapatkan peringkat layak investasi dari Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P).

Ini berarti tiga lembaga pemeringkat internasional yang menjadi acuan investor yakni S&P, Moodys, dan Fitch telah merekomendasikan Indonesia sebagai negara layak Indonesia.

Kenaikan peringkat tersebut akan membawa banyak manfaat bagi Indonesia. Investor keuangan global akan semakin percaya diri menempatkan dananya di Indonesia.

Dampaknya, aliran dana asing akan semakin deras masuk ke Indonesia. Likuditas dollar AS yang melimpah akan membuat nilai tukar rupiah semakin kuat.

Selain itu, seiring menurunnya risiko, bunga surat utang pemerintah dan korporasi yang dilepas ke pasar global akan lebih rendah dari sebelumnya.

Hampir bersamaan, pemerintah juga mencatat sukses yang lain. Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) akhirnya mendapatkan nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BPK berpendapat bahwa LKPP 2016 telah disajikan secara wajar untuk seluruh aspek material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Keberhasilan-keberhasilan tersebut merupakan cermin dari semakin pulihnya perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2017 mencapai 5,01 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Ini berarti, selama pemerintahan Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi semakin cepat dari tahun ke tahun. Pada triwulan I 2015, pertumbuhan ekonomi yoy sebesar 4,71 persen, triwulan I 2016 sebesar 4,92 persen, dan triwulan I 2017 sebesar 5,01 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara konstan tersebut menunjukkan terjadi akselerasi dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Jika tren seperti ini terus berlangsung, maka masyarakat Indonesia bisa kembali menikmati pertumbuhan 6 – 7 persen dalam beberapa tahun ke depan.

Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 banyak didorong oleh kinerja ekspor dan investasi.

Kinerja ekspor memang terus membaik sejak pertengahan 2016. Tren negatif ekspor yang terjadi sepanjang 2014 dan 2015 telah berakhir.

Membaiknya kinerja ekspor tidak terlepas dari naiknya harga komoditas di pasar global. Harga batu bara misalnya naik drastis dari rata-rata 61,84 dollar AS per ton pada januari 2016 menjadi di atas 100 dollar AS per ton saat ini.  Begitu pula dengan harga CPO.

Membaiknya harga komoditas diperkirakan akan terus berlanjut seiring naiknya harga minyak dunia pasca adanya kesepakatan produsen minyak untuk menurunkan produksi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com