JAKARTA, KOMPAS.com - Defisit pasokan listrik masih dialami di berbagai daerah di Indonesia. Jika tak segera diatasi, maka krisis listrik tak hanya berdampak bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, namun juga konflik sosial.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) Heru Dewanto mengatakan, jika proyek listrik 35.000 Megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah saat ini molor, maka ancaman defisit listrik secara nasional sudah menanti di depan mata.
“Saat ini juga di beberapa daerah seperti di Riau, Medan, Jambi, Aceh, dan Pontianak mengalami krisis pasokan listrik karena sering mati,” ujar Heru dalam pernyataannya, Kamis (1/6/2017).
Daerah yang mengalami defisit listrik akibat cadangan daya listrik pada saat beban puncak kurang dari 30 persen.
Pemadaman bergilir tak bisa dihindari ketika terjadi kerusakan dalam sistem transmisi, pembangkit sedang dalam diperbaiki atau kinerja pembangkit yang belum optimal.
Pembiayaan
Heru menjelaskan, pentingnya percepatan proyek 35.000 MW ini karena kebutuhan listrik yang terus meningkat setiap tahunnya.
Tujuan proyek 35.000 MW, imbuh dia, adalah untuk memenuhi kebutuhan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Asumsinya, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata sekarang 5 persen per tahun, maka diperlukan tambahan listrik sebesar 5.000 MW per tahun.
Hanya saja, sejumlah proyek listrik dalam program 35.000 MW terancam molor akibat terganjal sejumlah persoalan seperti seretnya pembiayaan, sulitnya pembebasan lahan hingga gugatan lingkungan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.