Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kunci Sukses Usaha pada Abad Ke-21?

Kompas.com - 02/06/2017, 16:51 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

Banyak orang berpikir, tutur Rapee, perusahaan dengan manajemen yang dipegang turun-temurun adalah bentuk keberlanjutan. Padahal, arti keberlanjutan yang sesungguhnya bukan mengarah pada warisan saja.

Rapee pun mengutip hasil riset PWC, perusahaan rintisan keluarga yang bisa bertahan sampai generasi ketiga hanya 12 persen dari seluruh jumlah perusahaan tercatat di Thailand.

“Pada 2011, Thailand menempati urutan ketiga sebagai negara yang 66 persen perusahaan tercatat  berupa rintisan keluarga atau turun-temurun," imbuh Rapee.

Pentingnya tanggung jawab sosial

Khusus pada bidang pasar modal yang ia tekuni, Rapee menyebutkan tiga pilar yang bisa dipakai untuk menciptaan ekosistem perusahaan berkelanjutan.

Ketiganya adalah kombinasi dari disiplin yang diciptakan sebagai batasan peraturan, disiplin diri, dan kekuatan pasar itu sendiri.

Hal itu juga yang jadi fokus tema ICS 2017. Ajang pertemuan pimpinan Corporate Sosial Responsibility (CSR) dengan para pemikir, pelaku usaha, dan pembicara yang pakar di bidang ekonomi berskala besar itu mengangkat tema besar “Sustainability Beyond Borders”.

Tujuan yang disasar ajang ini adalah mendapatkan solusi dari tantangan perusahaan global, khususnya di Asia.Tema tersebut diangkat untuk menyadarkan betapa pentingnya pola berkelanjutan dalam sebuah bisnis.

Keberlanjutan menjadi perlu karena urusannya lekat dengan dorongan pertumbuhan bisnis yang bertanggung jawab secara lokal maupun internasional untuk melawan dan bertahan dalam persaingan global pada masa mendatang.

“Saya tantang seluruh organisasi atau perusahaan untuk tidak memiliki batasan ide CSR sebagai jalan keluar. Jadilah pelopor yang bergerak melampaui segala batas. Ciptakan kolaborasi CSR di tingkatan regional, atau bahkan bisa multi-sektor untuk menembus batas itu,” kata Tan Sri Fong Chan Onn, Chairman of Enterprise Asia sebagai penyelenggara ICS.

Berdasarkan pengamatannya, Fong yang pernah menjabat sebagai Menteri Sumber Daya Manusia dan Ketua Otoritas Pembangunan Berkelanjutan Malaysia periode 1999-2008 mengatakan, CSR terus bergerak dinamis.

“Dengan demikian, itulah tantangan para pemimpin usaha. Segera transformasi bentuk tanggung jawab sosial. Jangan buat yang biasa-biasa saja,” tegas Fong.

Terlebih lagi, lanjut Fong, tantangan ini sejalan dengan UN Global Compact—gerakan internasional dan sukarela bagi pemimpin bisnis, institusi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di seluruh dunia untuk menerapkan sepuluh prinsip yang salah satunya adalah lingkungan—bentukan PBB.

Inisiatif itu, tutur Fong, terlaksana dengan harapan dapat menjadi jembatan bagi kepentingan masyarakat internasional dan kepentingan bisnis perusahaan.

“Gerakan itu (ada) kerja sama dengan pemerintah anggota PBB. Nanti akan disisir bagaimana capaiannya setelah 15 tahun ke depan. Sekarang (tiap perusahaan) harus dipaksa menerapkan (sepuluh prinsip),  tetapi nantinya harus jadi kesadaran,”  kata Fong lagi.

Hal yang tak boleh terlewat, adalah peningkatan jumlah kemitraan dan aliansi dalam bisnis. Ia juga mengingatkan bahwa kolaborasi global dan multi-sektor akan membuka peluang baru bagi perusahaan.

“Bahkan (dengan ini, perusahaan) bisa jadi lebih unggul dan kompetitif untuk bersaing secara global,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com