Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahendra K Datu
Pekerja corporate research

Pekerja corporate research. Aktivitas penelitiannya mencakup Asia Tenggara. Sejak kembali ke tanah air pada 2003 setelah 10 tahun meninggalkan Indonesia, Mahendra mulai menekuni training korporat untuk bidang Sales, Marketing, Communication, Strategic Management, Competititve Inteligent, dan Negotiation, serta Personal Development.

Apocalypto: Peyakit Menular Itu Bernama Ketakutan

Kompas.com - 03/12/2018, 12:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidakkah kita tergoda untuk berpikir bahwa ‘hutan belantara ketidakpastian’ pada saat itu, atau tidak akurnya para pimpinan suku, atau bahkan mewabahnya rasa takut dan pesimis lah yang telah mempunahkan peradaban Maya dari muka bumi?

Dalam konteks yang lebih relevan hari ini, saya jadi berpikir bagaimana Jerman dan Jepang bisa bangkit menjadi dua raksasa ekonomi dunia padahal keduanya porak poranda habis-habisan dalam Perang Dunia II.

Atau kebangkitan ekonomi Cina dua dekade terakhir setelah tidur panjang ribuan tahun. Bagaimana dengan Vietnam? India? Apakah mereka telah berhasil melawan keraguan mereka sendiri?

Menular

Jujur saja, kita tidak bisa menyalahkan situasi global sebagai biang suburnya rasa pesimis ini. Pun kita tak boleh serta merta menyalahkan kepemimpinan atas mewabahnya rasa ragu akan masa depan kita.

Pada akhirnya, kita tetap harus menyadari bahwa penjahat-penjahat yang tak kelihatan ini, rasa takut dan pesimis, tak peduli pada tataran dan tatanan birokrasi, tak peduli pada kebijakan-kebijakan ekonomi, bahkan pada apa yang tertulis di peraturan-peraturan.

Penjahat-penjahat tak kasat mata ini lebih peduli untuk menulari pribadi-pribadi, tak peduli siapa dia atau apa pangkatnya.

Dalam beberapa forum inovator dan inovasi, beberapa diskusi terkait masalah ini muncul. Misal, mengapa paten yang didaftarkan orang-orang Indonesia tak sebanyak jumlah orang-orang cerdas yang kita miliki.

Atau, mengapa bisnis-bisnis dalam negeri sulit bertransformasi mengikuti perkembangan zaman yang menghadirkan persaingan “di depan pintu rumah kita”.

Saya sendiri menemui banyak orang yang lebih suka “wait and see”, seolah dengan melakukan hal itu, semuanya akan baik-baik saja dengan sendirinya.

Sejatinya, tak ada yang akan baik-baik saja dengan menjadi penonton!

Betul kata Bung Karno. Ia hanya memerlukan sepuluh pemuda untuk mengguncangkan dunia.

Barangkali Bung Karno tahu betul bahwa yang dibutuhkan bangsa dan negeri ini adalah karakter pejuang, petarung, yang tak suka diganggu rasa takut, ragu dan pesimis, karena itu memperlemah pertahanan mereka.

Semenanjung Yucatan hanya perlu seorang Jaguar Paw untuk menaklukan dunia mereka.

Nasihat sang ayah lebih daripada sekadar saran ayah kepada anaknya. Nasihat itu, ia adalah strategi peperangan determinasi, moral dan keteguhan.

Harapan

Beberapa waktu lalu saya diundang menghadiri acara penganugerahan gelar Entrepreneur of the Year 2018 oleh sebuah perusahaan konsultan global di Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com