Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beginikah Wajah Indonesia dan Dunia di 2045?

Kompas.com - 09/03/2019, 18:30 WIB
Murti Ali Lingga,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, akan banyak terjadi perubahan di dunia pada 2045 mendatang. Perubahan-perubahan itu juga akan terjadi di Indonesia.

Pada tahun 2045 nanti, Indonesia akan genap berusia 100 tahun sejak merdeka.

"Pertama, rakyat (di dunia) akan berjumlah 9,45 miliar orang," kata Lutfi di Jakarta Selatan, Sabtu (9/3/2019).

Baca juga: Menperin: 2045, Insya Allah Indonesia Masuk 5 Ekonomi Terbesar Dunia

Lutfi menjelaskan, dari jumlah penduduk itu, akan lebih banyak yang orang tua jika dibandingkan anak-anak muda. Sehingga akan terjadi urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota.

"66 persen penduduk itu akan hidup di kota. Konon, Jakarta dan Bandung menjadi satu kota kesatuan dengan (jumlah) rakyat lebih dari 76 juta pada 2045," tuturnya.

Menurutnya, adanya perubahan signifikan yang terjadi di beberapa bidang tidak perlu dikhawatirkan. Sebab, dunia akan terus tumbuh, dengan total pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 3,4 persen.

Baca juga: Di Depan Mahasiswa Bengkulu, Sri Mulyani Paparkan Proyeksi Indonesia 2045

"Di mana 6 persen akan datang dari negara-negara berkembang, seperti Indonesia di 2018. Kemudian dominasi mata uang dollar AS dan euro, pada 2045 akan beralih pada mata uang regional, di mana akses finansial dari negara-negara berkembang akan lebih besar daripada negara-negara maju," ungkapnya.

Selain itu, sambung Mendag era Presiden SBY ini, yang juga tak kalah penting adalah dari total penduduk bumi yang mencapai 9,45 miliar orang, sekitar 84 persen atau lebih dari 8 miliar penduduk dunia akan menjadi kelas menengah. Mereka adalah kelas masyarakat yang banyak mengonsumsi barang industri dan bisa menciptakan penyerapan tenaga kerja.

"Yang panting juga secara geopolitik, China akan lebih mendonimasi politik dunia, di mana jazirah Arab akan yang tetap (jadi daerah) tidak berkeseimbangan," paparnya.

Baca juga: Seperti Ini Visi Indonesia 2045 yang Digagas Generasi Muda...

"Output daripada ekonomo dunia, 71 persen akan datang dari negera-negara berkembang, di mana 54 persen akan datang dari Asia," sambung Lutfi.

Ia mengungkapkan, berdasarkan studi Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), negara yang lebih banyak orang tua dibandingkan anak muda tidak akan bisa tumbuh dari negara berkembang menjadi menegah dan dari negara menengah menjadi maju.

Kondisi ini akan dialami dan terjadi di Indonesia.

Baca juga: Jokowi Sebut Indonesia Jadi Salah Satu Negara Ekonomi Terkuat Tahun 2045

"Kita, akan lebih banyak orang tuanya terjadi pada antara 2038-2040. Artinya, kalau kita tidak tumbuh GDP per kapitanya 20 tahun dari sekarang, kita akan menjadi negara yang tidak mungkin jadi negara maju. Apakah ada contohnya yang gagal jadi negara maju? Sebenarnya banyak, salah satunya adalah Venezuela," ucap Lutfi.

Karena itu, Lutfi mengajak dan meminta generasi untuk terus berbenah menuju ke arah itu suapaya bisa bertahan dengan perkembangan zaman.

"Indonesia (memiliki) sejarah yang panjang dan Indonesia mempunyai sejarah di mana selalu melampaui permasalah-permasalahan dengan satu tekad. Indonesia yang satu, untuk Indonesia yang maju," kata Lutfi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com