Rencana pemerintah itu mengusik sejumlah anggota Komisi XI DPR di antaranya Ecky Awal Mucharam dari Fraksi PKS.
Ia menilai rencana pemerintah yang bertujuan untuk mendorong perkembangan mobil listrik itu akan mengorbankan mobil LCGC.
"Saya konfirmasi saja pada tabel perbandingan skema PPnBM, di sini dalam skema saat ini KBH2 LCGC 0 persen, sekarang menjadi 3 persen," ujarnya saat rapat koordinasi dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/3/2019).
"Ini berarti LCGC mendapat disinsentif kan? Itu kenapa saya bilang keadilan. Supaya clear, LCGC akan mendapat disinsentif (di skema PPnBM baru)," sambung dia.
Baca juga: Tertarik Promo Kredit Mobil Murah? Baca Dulu Tips Ini Biar Tidak Menyesal
Rencana ini dinilai kontraproduktif lantaran sebelumnya pemerintah mendorong industri mobil LCGC. Apalagi kata dia, masyarakat yang membeli mobil murah adalah masyakat kelas menengah.
Di tempat yang sama, Anggota Komisi XI dari Partai Nasdem Johnny G Plate meminta agar pemerintah tidak lagi membahas rencana kebijakan terkait perpajakan tersebut. Sebab waktunya terlalu mepet dengan Pemilu yang digelar 17 April 2019.
Meski punya tujuan baik untuk mendorong industri mobil listik di Indonesia, namun rencana bisa dipolitisasi. Ia meminta pembahasan dilanjutkan pasca Pilpres 2019.
"Jangan sampai menambah bensin di api yg sudah terbakar. Jangan sampai ini digoreng-goreng jadi masakan yang enggak enak disantap," kata dia.
Dianggap inkonsisten
Rencana pemerintah tersebut juga mendapatkan kritik dari oposisi. Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Drajad Wibowo menilai pemerintah tak konsisten.
"Buka tutup fasilitas PPnBM ini adalah salah satu sinyal inkonsistensi kebijakan industri kita," ujarnya kepada Kompas.com.
Menurut Drajad, rencana kebijakan itu akan berpengaruh kepada industri otomotif nasional. Sebab para pengusaha sudah menggelontorkan investasinya untuk mobil LCGC.
"Kebijakan industri harus konsisten antara jangka pendek, menengah dan panjang. Karena ada sunk cost, ada investasi swasta jangka menengah dan panjang, ada pilihan teknologi apa yang dipakai," kata dia.
"Tidak bisa buka tutup seenaknya. Pelaku industri akan berfikir 1.000 kali untuk berinvestasi jika pemerintah selalu inkonsisten," sambung dia.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengtakan bahwa rencana kebijakan tersebut akan tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang terbit tahun ini.
Namun mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengakatan bahwa penerapan akan dilakukan pada 2021 mendatang.
Baca juga: Siap-Siap, Mobil Murah Bakal Dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.