Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serikat Petani: Minyak Goreng Stabil Jika Koperasi Sawit Rakyat Diperkuat, Korporasi Dibatasi

Kompas.com - 24/03/2022, 16:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kontroversialnya kenaikan harga minyak goreng dalam kemasan menjadi sorotan Serikat Petani Indonesia (SPI). SPI pun memberikan solusi terkait hal tersebut.

Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan, kasus naiknya harga minyak goreng ini pemerintah harus segera merumuskan kebijakan agar tidak semuanya sawit diekspor.

Baca juga: KSPI: Harga Minyak Goreng Belum Turun dalam Seminggu, Kami Akan Demo Besar-besaran

Pemerintah harus mengalokasikan produksi sawit untuk kebutuhan di dalam negeri. Pemerintah juga bisa mendorong dan membantu koperasi-koperasi petani untuk mampu membangun pabrik minyak goreng skala lokal. Tentunya pemerintah juga membantu proses distribusi dan pemasarannya juga.

"Koperasi perkebunan sawit rakyat, bukan korporasi, harus diperkuat agar menguasai hulu hingga hilir. Korporasi harus dibatasi. Produksi minyak goreng sangat berbahaya jika bersifat monopoli atau oligopoli," kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis (24/3/2022).

Baca juga: Keluhan Para Petani: Petani Sawit Juga Konsumen, Minyak Goreng Naik Tetap Jadi Beban

SPI juga menyarankan, fungsi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) yang dibentuk melalui PP No. 24 Tahun 2015 untuk membangkitkan perkebunan sawit rakyat juga harus dikembalikan sesuai fitrahnya.

"Karena selama ini diduga kuat hanya menguntungkan kelompok tertentu dalam indsutri kelapa sawit," ucapnya.

Baca juga: Dukung Pemanfaatan Energi Bersih, Pertagas Niaga Alirkan Gas ke Pabrik Minyak Goreng

Henry menambahkan, minyak goreng harus kembali menjadi produksi rakyat. Sawitnya dijual ke pabrik minyak goreng lokal dengan harga yang layak, minyak gorengnya dijual ke masyarakat lokal, hingga nasional dengan harga yang tidak memberatkan konsumen.

"Idealnya sih seperti ini, kalau serius, Insya Allah ini bisa kita lakukan, dan SPI siap bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkannya melalui koperasi-koperasi petani SPI yang sudah tersebar di nusantara," sambungnya.

"Jangan lupa juga untuk menghidupkan kembali industri minyak goreng selain sawit berdasarkan komoditas yang dikuasai rakyat seperti kelapa, dan sebagainya," ujar Henry.


Selain itu, SPI menilai kebijakan pangan dan pertanian nasional harus berdasarkan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan berarti pemenuhan pangan melalui produksi lokal, mendorong produk pertanian nasional, serta mendorong pendirian dan penguatan kelembagaan ekonomi petani, yakni koperasi bukan korporasi.

Melalui kedaulatan pangan, kebijakan pertanian Indonesia akan menempatkan kepentingan dan nasib petani, selaku produsen pangan, di atas kepentingan korporasi maupun tuntutan pasar.

"Distribusikan tanah-tanah yang dikuasai, dimonopoli oleh korporasi menjadi milik koperasi melalui reforma agraria sejati dan penerapan pola pertanian yang tidak monokultur, kebijakan variasi sawit dan pangan," katanya.

Kebun-kebun sawit yang dikuasai oleh korporasi-korporasi lanjut dia, harus dijadikan objek reforma agraria. Perkebunan sawit yang dikuasai korporasi tidak mendorong pembangunan di daerah dan rakyat di daerah, merusak hutan dan lingkungan hidup bahkan infrastruktur yang ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com