KOMPAS.com – Pegiat startup Tanah Air berkali-kali mendapat tantangan. Setelah dampak pandemi Covid-19, kini mereka dihadapkan pada bocornya startup bubble.
“Fenomena bocornya startup bubble ditandai dengan beberapa startup yang secara serentak merumahkan karyawan dalam jumlah yang besar,” ujar Chief Executive Officer BNI Ventures Eddi Danusaputro dalam diskusi Startup Digital Sehat Digital Untuk Pondasi Ekosistem Digital Kuat di Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Padahal, melirik jejak startup beberapa tahun ke belakang, Tanah Air punya catatan yang baik. Laporan Startup Ranking yang dipublikasi pada April 2022 menyebut bahwa Indonesia merupakan negara kelima yang memiliki jumlah startup terbanyak, yaitu 2.346.
Adapun industri dari perusahaan rintisan di Tanah Air terdiri dari banyak sektor, mulai dari ride-hailing, fintech, edutech, hingga telemedicine.
Kejayaan startup di Tanah Air juga terlihat pada 2019 saat startup berada pada puncak ekosistem ekonomi digital Indonesia. Menurut riset yang dilakukan oleh Google, Temasek, dan Bain & Co pada tahun itu, Indonesia menjadi negara yang startup-nya menerima jumlah funding terbanyak di antara negara lain.
Angka funding diperkirakan akan tetap menjadi yang paling tinggi pada 2025. Dengan kondisi tersebut, ekonomi digital Indonesia pada 2019 memiliki ukuran lebih dari empat kali lipat sejak 2015 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 49 persen per tahun. Nilainya diperkirakan mencapai 40 miliar dollar AS.
Dengan angka tersebut, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbaik di Asia Tenggara pada 2019.
Adanya tantangan yang terjadi pada tahun ini, harus pula dicari solusinya.
Eddi menambahkan, salah satu penyebab dari kebocoran startup bubble adalah bergantungnya startup pada pendanaan dari venture capitalist.
Efisiensi melalui pengurangan karyawan yang dilakukan dinilai oleh beberapa startup perlu dilakukan karena investor melakukan pengetatan kucuran dana.
“Para startup yang belum mencetak profit perlu melakukan ini karena mereka perlu memperpanjang masa bertahan untuk berupaya mencetak pendapatan,” tambah Eddi.
Karenanya, bagi Eddi, penting bagi banyak pihak, mulai dari pemilik startup, pemilik modal, hingga pemerintah, untuk memberikan edukasi untuk membangun healthy startup atau startup yang sehat, baik secara keuangan maupun manajemen.
Dengan startup yang sehat, kata Eddi, potensi dan ekosistem digital Indonesia yang kuat dapat dibangun.
Tak hanya itu, kondisi ini dapat mencegah terjadinya krisis keuangan di skala nasional. Dengan begitu, bukan tak mungkin sektor startup dapat jaya kembali.
Untuk mewujudkannya, para pegiat startup harus lebih gigih. Faktanya, healthy startup tak selamanya hanya dapat diwujudkan dengan modal besar.
Hal itu disampaikan oleh CEO NoLimit Indonesia Aqsath Rasyid. Menurutnya, fokus pegiat startup sebaiknya tidak dititikberatkan pada modal atau investasi besar pihak luar.
“Semua startup bisa memulai menjalankan roda perusahaan bdengan apa yang dimiliki. Hal terpenting adalah, startup itu mempunyai konsistensi dan ketahanan dalam menghadapi tantangan,” ujarnya.
Sebagai informasi, NoLimit adalah perusahaan teknologi yang berfokus untuk monitoring dan analisis pada media online dengan menggunakan teknologi big data.
Mengenai ketahanan menghadapi tantangan, NoLimit sudah melaluinya.
“Selama 12 tahun NoLimit Indonesia berkiprah sebagai startup tanpa modal dari eksternal atau bootstrapping dan tumbuh, kami mampu berkembang secara organik,” tambah Aqsath.
Kegigihan pihak NoLimit bahkan membuahkan hasil. Hal ini dibuktikan dengan peluncuran produk oleh pihaknya di pasar global pada 2022.
“Kini, dengan memanfaatkan modal internal, NoLimit masih tetap menjadi startup yang sehat dan eksis sampai sekarang,” ujar Aqsath.
Perlu diketahui, NoLimit Indonesia baru saja meluncurkan produk terbaru pada Rabu (3/8/2022). Setelah diluncurkan via AppSumo, kini layanan dari NoLimit Indonesia siap membantu berbagai perusahaan, organisasi, bahkan public figure di seluruh penjuru dunia.
Perusahaan berbasis big data tersebut menawarkan layanan online media monitoring yang dapat me-monitor perbincangan online di berbagai platform media sosial seperti Instagram, Youtube, Twitter, dan Facebook. Selain itu, NoLimit juga dapat melakukan monitoring online media.
Melalui momen tersebut, NoLimit Indonesia siap berkompetisi dengan kompetitor global seperti brand24, Talkwalker, Brandwatch, dan perusahaan serupa lainnya.
Kesiapan NoLimit sebagai online monitoring lokal pertama yang meluncurkan produk ke pasar global didasari dengan pengalaman dan kapabilitasnya di industri teknologi.
“NoLimit Indonesia bangga menjadi startup lokal yang beroperasi tanpa modal eksternal, tetapi mampu melakukan penetrasi ke pasar global,” tambah Aqsath.
Aqsath berbagi informasi bahwa pihaknya butuh satu tahun mempersiapkan diri untuk bersaing ke pasar global. Ini karena ada kurasi yang sangat ketat dari mitra mereka di Amerika Serikat (AS).
“Dalam proses persiapan masuk ke pasar global, ada perubahan manajemen besar di dalam NoLimit, salah satunya harus ada tim customer support yang beroperasi 24 jam dalam 7 hari. NoLimit juga harus memutakhirkan aplikasi dashboard-nya ke dalam versi terbaru yang sesuai standar internasional,” tambahnya.
Untuk mendukung transaksi dari berbagai negara, pihaknya juga perlu menyiapkan beberapa opsi pembayaran, yaitu melalui kartu kredit, dan PayPal.
Sejak di-launching pertama kali, website NoLimit telah mencatat akses dari 86 negara. Adapun negara yang paling banyak mengakses adalah Amerika, India, Inggris, Jerman, dan Kanada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.