Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andi Miftachul
Mahasiswa

Mahasiswa Program Master Financial, Technology, and Policy di University of Edinburgh

Proyek Garuda Rupiah Digital dan Tantangan Industri Perbankan

Kompas.com - 22/12/2022, 09:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Untuk memitigasi dampak ini, Bank Indonesia merancang arsitektur Proyek Garuda dengan mekanisme tiering dan capping. Melalui mekanisme tiering, kepemilikan masyarakat terhadap rupiah digital akan dilakukan melalui bank atau wholesaler yang ditunjuk.

Wholesaler juga akan bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi nasabah dalam proses know your customer. Data transaksi dilaporkan dalam bentuk granular sehingga Bank Indonesia tidak menyimpan data nasabah.

Selain itu, Bank Indonesia menerapkan capping untuk membatasi jumlah rupaih digital yang dimiliki setiap individu. Transaksi dalam jumlah kecil akan dapat dilakukan secara pseudonim berbasis token.

Mekanisme capping ini menjaga privasi transaksi masyarakat sekaligus menjaga agar dana yang disimpan dalam bentuk rupiah digital tidak terlalu besar. Metode tersebut bisa jadi tidak memadai jika minat masyarakat terhadap rupiah digital cukup tinggi.

Bank Indonesia perlu menyiapkan mitigasi lain berupa opsi untuk menyuntikkan kembali dana yang disimpan dalam bentuk rupiah digital ke dalam sistem perbankan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan instrumen pinjaman bunga rendah kepada bank.

Pinjaman ini dapat diberikan, misalnya, berdasarkan tingkat penyaluran rupiah digital oleh bank tersebut. Di satu sisi, opsi ini dapat memastikan tingkat likuiditas perbankan terjaga serta mencegah kegagalan bank di masa krisis.

Namun di sisi lain, bank menjadi bergantung pada bank sentral dalam memenuhi kebutuhan likuiditas dan intermediasi. Situasi ini akan menimbulkan polemik baru di mana bank sentral mempunyai kekuasaan untuk memilih bank atau sektor industri tertentu untuk dapat diberikan kredit.

Arsitektur rupiah digital perlu dilengkapi dengan pedoman tata kelola yang baik. Perangkat aturan perlu didefinisikan, misalnya pencegahan penyalahgunaan data transaksi pribadi masyarakat baik oleh wholesaler maupun Bank Indonesia sendiri.

Baca juga: Apa Beda Rupiah Digital dengan Uang Tunai dan Uang Kripto?

Kriteria pemberian kredit kepada bank perlu ditetapkan dengan jelas untuk mengantisipasi kebutuhan bank sebagai dampak dari rupiah digital. Transparansi dan independensi Bank Indonesia dalam proyek Garuda perlu terus dijaga sesuai niat baik penerbitan rupiah digital.

Bank Indonesia belum menetapkan secara pasti target implementasi rupiah digital. Masih cukup waktu bagi semua pihak untuk menyusun rencana dan respon sampai rupiah digital benar-benar diterbitkan.

Pada akhirnya nanti, yang paling penting adalah agar Bank Indonesia dapat terus menjaga transparansi dan independensi dalam pengambilan kebijakannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com