Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Puji Astuti
Karyawan BUMN

Pemerhati ekonomi dan UMKM

Menghalau Resesi, Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Kompas.com - 16/02/2023, 15:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA akhir tahun 2022, pemberitaan media massa ramai dengan prediksi potensi resesi ekonomi tahun 2023.

Gejolak geopolitik berupa perang terbuka Rusia-Ukraina yang berdampak pada rantai pasok global terutama sektor pangan dan energi, serta tingginya tingkat inflasi dunia menjadi faktor utama penyebab terjadinya resesi.

Secara umum, resesi dapat dimaknai sebagai terjadinya penurunan kegiatan ekonomi terus menerus dalam periode tertentu, yang pada akhirnya menekan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ke arah pertumbuhan negatif.

Ketahanan atau resiliensi ekonomi suatu negara, termasuk bagi Indonesia, menjadi kata kunci.

Resiliensi adalah kemampuan bertahan dari situasi ketidakpastian yang disebabkan faktor internal maupun eksternal.

Pertanyaannya adalah: Bagaimana dengan resiliensi ekonomi Indonesia ? Mampukah Indonesia menghalau resesi dan mendorong pertumbuhan ekonomi? Jawabnya adalah bisa.

Ekonomi domestik

Membuka lembaran baru tahun 2023, optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meluas. Optimisme itu juga dikuatkan oleh keyakinan Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, yang mengatakan Indonesia sebagai “a bright spot amid the gloom of the world economy”.

Indonesia dianggap sebagai negara yang dapat bertahan dari kekacauan ekonomi dunia, atau sebuah titik terang di antara gelapnya ekonomi dunia.

Keyakinan akan mampunya ekonomi Indonesia menghalau resesi dan bahkan mendorong pertumbuhan bukanlah sekadar ekspektasi tanpa dasar.

Secara empirik, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menahan gejolak global.

Tahun 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,31 persen (yoy), melesat dari tahun 2021 sebesar 3,70 persen (yoy). Hal tersebut juga berarti melampui target pertumbuhan yang ditetapkan Pemerintah, yakni 5,2 persen (cumulative-to-cumulative).

Beberapa faktor pendorong ketahanan dan pemicu pertumbuhan ekonomi nasional antara lain penguatan semua komponen PDB seperti konsumsi rumah tangga yang secara tahunan (yoy) tumbuh 4,48 persen, ekspor naik 14,93 persen, tingginya sektor transportasi dan pergudangan, yakni 16,99 persen.

Selain itu sektor akomodasi dan makan minum tumbuh 13,81 persen yang didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat serta peningkatan kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri, serta sektor industri pengolahan dengan pertumbuhan 5,64 persen.

Merujuk data tersebut, sejatinya kita semua optimistis bahwa ekonomi Indonesia memiliki resiliensi yang kuat menghalau resesi dan dapat tumbuh dalam kisaran sekitar 5-5,3 persen (yoy) tahun 2023.

IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional stabil di 5 persen, Bank Dunia memprediksi 4,8 persen, dan Asian Development Bank (ADB) 5 persen.

Namun demikian, Indonesia tetap harus waspada mengingat masih adanya kemungkinan gejolak global yang lebih besar.

IMF memprediksi adanya potensi sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi di tahun 2023. Resesi ini dipicu oleh perlambatan ekonomi secara serentak tiga negara dan kawasan perekonomian terbesar dunia, yakni Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa.

Kebijakan antisipatif

Potensi terjadinya pelambatan situasi ekonomi yang mengarah ke resesi masih mungkin terjadi.

Oleh sebab itu, Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, telah menyiapkan berbagai langkah ansipatif guna menghindari memburuknya perekonomian nasional sebagai akibat perlambatan ekonomi global.

Langkah antisipasi tersebut dilakukan melalui penguatan core ekonomi dalam negeri, yakni konsumsi dan investasi.

Penguatan tersebut diwujudkan dalam strategi dan kebijakan utama seperti pengendalian inflasi dengan program 4K (Keterjangkauan harga, Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi efektif), optimalisasi penggunaan produk dalam negeri dan pengembangan UMKM, diversifikasi pasar ekspor, transformasi ekonomi melalui implementasi UU Cipta Kerja, reformasi dan pendalaman sektor keuangan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), hilirisasi industri, peningkatan produktivitas dan pemberdayaan SDM, serta penguatan sektor pariwisata.

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral mengarahkan bauran kebiijakannya untuk pro-stability melalui kebijakan moneter, dan pro-growth melalui kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi syariah.

BI berharap langkah kebijakan yang senada dengan Pemerintah dapat memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia terhadap gejolak global.

Berbagai langkah antisipatif baik dari Pemerintah, BI, maupun lembaga lainnya utamanya bertujuan membuat ekonomi Indonesia tidak hanya bertahan dari goncangan, namun dapat terus tumbuh dan menyejahterakan masyarakat.

Sinergi dan kolaborasi berbagai elemen masyarakat adalah syarat yang harus dijalani untuk menghalau ancaman resesi, serta membentuk optimisme pertumbuhan ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com