Setelah kredit tersebut tidak bisa ditagih lagi (atau masuk dalam kolektibilitas 5), maka bank akan menghentikan penagihan.
Bagi bank swasta mekanisme seperti itu sudah biasa dilakukan dan tidak menjadi masalah. Namun bagi bank dan non-bank BUMN bisa menjadi masalah.
Masalahnya adalah hapus tagih bisa dikategorikan merugikan negara karena berkurangnya penerimaan negara dari bunga dan cicilan kredit. Inilah yang mesti dipikirkan untuk mencari payung hukumnya.
Mungkin dalam PP nantinya hal ini menjadi perhatian untuk dimasukkan dalam salah satu pasalnya.
Masalah kedua, UMKM yang kreditnya dihapus tentu harus diikuti dengan penghapusan namanya di Sistem Layanan Informasi Layanan Keuangan (SLIK) yang dikelola OJK menggantikan BI Checking yang dikelola oleh BI dahulu. Sebagai adalah nasabah yang kreditnya macet.
Tentu hal ini harus dilakukan secara selektif. Kalau melihat bocoran draf PP, maka penghapusan kredit macet UMKM akan dilakukan pada UMKM yang masih menjalankan usaha dan berniat mengembangkan usahanya.
Perlu ditambahkan klausul tentang karakter UMKM yang kreditnya macet tersebut. Mereka harus beritikad baik dan berusaha supaya jika mengambil kredit lagi, maka tidak melakukan moral hazard, yaitu sengaja tidak mau mengembalikan kreditnya karena tahu kelak kreditnya yang macet akan dihapus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.