Namun, kebijakan penyesuaian harga juga tidak mudah diterapkan karena daya beli masyarakat tengah lesu.
GINSI menilai kurs rupiah yang ideal bagi para importir ada di kisaran Rp 14.500 sampai Rp 14.700 per dollar AS.
Baca juga: Rupiah Melemah, Harga Makanan dan Minuman Berpotensi Naik
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro mengatakan, di atas kertas pelemahan rupiah dapat menjadi berkah bagi para eksportir yang bahan baku produknya berasal dari dalam negeri, contohnya industri furnitur.
Namun faktanya, permintaan pasar global, terutama dari negara-negara maju menurun seiring ketidakpastian ekonomi. Di sisi lain, koreksi rupiah merugikan bagi perusahaan ekspor yang bahan bakunya impor, apalagi jika permintaan ekspor ikut melemah.
"Bukan berarti ketika rupiah melemah, ekspor langsung naik," kata dia, Kamis (26/10/2023).
Lantas, saat ini para eksportir berjuang mencari pasar ekspor baru yang kondisi ekonominya lebih stabil. Ini juga tidak mudah, karena eksportir Indonesia harus bersaing dengan eksportir dari sejumlah negara lain untuk merebut pasar.
GPEI menganggap kurs rupiah saat ini sudah tergolong tinggi bagi pelaku usaha mana pun. Situasi saat ini serba sulit, karena pelemahan rupiah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor global.
Tidak bisa dipastikan sejauh mana pemerintah dan Bank Indonesia bisa mengintervensi pasar lewat berbagai kebijakan moneter agar rupiah tidak terus melemah.
"Bagi kami, kurs rupiah di level Rp 15.000 per dollar AS sudah cukup aman asalkan tidak fluktuaktif," tandas Toto. (Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Pebisnis ekspor dan impor khawatirkan pelemahan rupiah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.