Penelitian empiris tentang kerendahan hati pemimpin menunjukkan bahwa kerendahan hati pemimpin menumbuhkan konteks organisasi yang mendukung, memperkuat orientasi pembelajaran karyawan, kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan retensi (Owens dan kawan-kawan, 2013).
Hal ini juga mengurangi dampak buruk pemimpin yang narsis.
Dampak positif yang dihasilkan dari kepemimpinan rendah hati dapat disarikan ke dalam tiga hal.
Pertama, ketika pemimpin mengakui keterbatasannya, ia memberi sinyal kepada tim bahwa tidak sempurna adalah hal yang manusiawi.
Kemudian, bawahan merasa lebih aman dengan pengambilan risiko dan melakukan perilaku inovatif, menyumbangkan ide-ide kreatif, serta mempertanyakan saran dan keputusan (Burke, 2006).
Kedua, dengan menyoroti dan menghargai kekuatan pengikut, para pemimpin menumbuhkan orientasi pengembangan dan perubahan kecil yang berkelanjutan dalam organisasi.
Pemimpin yang rendah hati yang mengakui dan menghargai pengetahuan serta keahlian karyawannya akan lebih menghargai upaya kreatif karyawannya.
Gaya kepemimpinan ini memungkinkan karyawan untuk menyelesaikan suatu masalah atau tugas karena hal tersebut menarik atau menantang untuk dilakukan, bukan karena imbalan eksternal (Owens dan Hekman, 2012).
Ketiga, pemimpin dengan kemampuan mengajar akan menunjukkan keterbukaan terhadap pembelajaran, menjadi model bagi pengikut dan mempertimbangkan pandangan alternatif sebagai hal yang paling penting bagi pengikut untuk menganggap ketidakpastian sebagai ancaman yang lebih kecil (Owens dan Hekman, 2012).
Perilaku pemimpin ini memperlihatkan kepada karyawan bahwa keahlian mereka dihargai oleh pemimpinnya dan menandakan tingkat partisipasi dan keterlibatan.
Memasukkan ide dan saran bawahan ke dalam keputusan akan menghasilkan ide dan keluaran inovatif dalam organisasi (De Jong dan Den Hartog, 2007).
Kembali ke sang teman yang sedang gundah di awal tulisan ini.
“Tapi saya belajar banyak dari dia sekarang ini,” katanya.
“Jika kamu menjadi pemimpin dan pintar, tidak usah pamer bahwa kamu pintar, jika kamu punya kekuasaan dan wewenang, tidak usah tunjukkan bahwa kamu ‘orang kuat’, sudahlah, bersikap biasa-biasa saja, sebagaimana dulu ketika belum jadi apa-apa. Semua ada masanya,” ia melanjutkan.
Menjadi pemimpin yang rendah hati memang tidak semudah diucapkan. Ketika seseorang berada di pucuk pimpinan, tanpa disadari, godaan untuk tinggi hati dan kecenderungan untuk “menindas” makin kuat.
Sementara penghargaan kepada pihak yang lebih rendah perlahan hilang. Ujian karakter yang luar biasa bagi seorang pemimpin.
*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.