Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

Kemelut Ekonomi Tiongkok

Kompas.com - 11/12/2023, 10:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III 2023, banyak negara-negara yang mengalami pertumbuhan fluktuatif. Seperti China, misalnya, pada kuartal III bertumbuh pada level 4,9 persen.

Menurunnya prospek pertumbuhan Tiongkok menjadi pemberitaan setiap hari. Tampaknya menjadi berita yang kurang baik bagi hampir semua negara, terutama Indonesia.

Ekspor Indonesia ke China terbilang tinggi, total perdagangan Indonesia-China pada Januari - Agustus 2023 tercatat sebesar 83,10 miliar dollar AS.

Dari nilai tersebut, Indonesia mengekspor ke China senilai 41,82 miliar dollar AS dan mengimpor ke China senilai 41,28 miliar dollar AS.

Pertumbuhan ekonomi China akan jauh lebih lambat mulai sekarang, sehingga mengurangi perdagangan internasionalnya. Mungkin tantangan terbesar bagi China adalah ketegangan politik masa depan dalam menyelaraskan mimpi ekonominya dengan realitas ekonomi.

Tiongkok dapat dipandang sebagai kisah sukses konvergensi, dalam arti pertumbuhan ekonomi yang kuat dalam jangka waktu berkelanjutan menghasilkan tingkat PDB per kapita riil yang dapat dikategorikan sebagai pendapatan menengah.

Namun transisi ke tingkat pendapatan lebih tinggi nampaknya akan cukup sulit karena mesin pertumbuhan ekonomi Tiongkok mulai kehilangan tenaga karena berbagai permasalahan dalam negeri yang semakin meningkat serta prospek global kurang bagus.

Keteledoran China adalah investasi yang berlebihan, sehingga membuat tidak efisien ekonominya. Salah satu yang membuat tidak efisien China terlalu banyak mengonsumsi energi berbiaya tinggi.

Selain itu juga hanya 10 persen dengan angkatan kerja yang berlatar belakang akademis. Sebagai pembanding, 44 persen angkatan kerja yang berlatar belakang akademis di Amerika.

Banyak warganya dengan latar belakang akademis tinggi meninggalkan China untuk mencari kehidupan lebih baik di luar negeri. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan China yang tinggi dapat bertahan karena hutang yang sangat besar.

Kini sektor perbankan berada dalam kondisi terpuruk dengan menghasilkan Net Interest Margin yang negatif.

Banyak pembangunan di kota menjadi rumah hantu, sementara separuh penduduknya masih tinggal di rumah sederhana. Tiongkok tidak bisa menghindari dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Pertumbuhan ekonomi China melambat hingga 4 persen dalam kondisi stabil. Sekarang China masuk dalam masa sulit karena investasi yang berlebihan di bidang properti dan infrastruktur.

Krisis properti juga membuat problem yang cukup sulit untuk pertumbuhan ekonomi Tiongkok seperti sebelumnya.

Namun krisis properti di Tiongkok sangat berbeda dengan suprime mortgage crisis di Amerika Serikat.

Kalangan developers di China mengalami gagal bayar (deafault) dengan skala besar. Namun dibanding Amerika, kondisi di China jauh lebih dapat ditoleransi karena kemungkinan besar tidak akan menyebabkan krisis keuangan sistemik.

Tantangan yang dihadapi Tiongkok

Evergrande salah satu pengembang real estate terbesar di China merupakan salah satu bisnis terbesar di dunia yang dinyatakan bangkrut.

Evergrande dapat menurunkan CAR (Capital Adequacy Ratio) bank-bank di Tiongkok di bawah garis minimum.

Ketika banyak bank mengalami masalah yang sama pada saat bersamaan, lembaga keuangan khawatir akan ada potensi kegagalan lembaga lain sehingga hanya memberikan pinjaman sesedikit mungkin.

Tindakan defensif yang dilakukan oleh masing-masing lembaga berpotensi menyebabkan seluruh sistem keuangan dan sistem penyelesaiannya menjadi tidak berfungsi sepenuhnya.

Selama krisis seperti ini, seluruh sistem keuangan bisa runtuh kecuali Bank Sentral turun tangan secepatnya, memenuhi perannya sebagai lender of last resort, dan menyediakan dana yang dibutuhkan lembaga keuangan untuk menyelesaikan masalah likuiditasnya.

Menyediakan likuiditas pada saat seperti ini merupakan kewajiban dasar Bank Sentral di negara mana pun. Dengan adanya likuiditas yang memadai tentu akan menyelamatkan kesehatan perbankan.

Dana tersebut disalurkan untuk mencegah runtuhnya sistem permukiman di jantung perekonomian.

Kegagalan Lehman Brothers, tentu menjadi pelajaran serius. Bank Sentral di negara-negara maju menyuntikkan dana sebagai respons terhadap akibat krisis keuangan (di Amerika disebut QE1), dana tersebut memainkan peran penting, dalam mencegah runtuhnya sistem permukiman.

Pada akhir kuartal ketiga 2023 ini, jumlah pinjaman bank di China CN¥ 234,5 triliun (33 triliun dollar AS), dengan KPR cuma CN¥ 39 triliun (16,6 persen dari total), dan kredit untuk pengembang mencapai ¥ 13 triliun (5,6 persen dari total).

Mengingat standar yang tinggi bagi peminjam dan persyaratan uang muka yang besar, maka kualitas KPR di China termasuk tinggi.

Permasalahan yang dihadapi bank bukanlah prospek terjadinya tunggakan peminjam dalam skala besar, melainkan meningkatnya keinginan para peminjam untuk membayar kembali pinjaman KPR mereka lebih awal.

Meskipun NPL bank-bank saat ini di China sangat rendah (di bawah 2 persen), NPL (Non Performing Loan) dapat meningkat tajam jika pemerintah gagal mengatasi memburuknya kondisi keuangan para pengembang, yaitu seperti perusahaan hulu dan hilirnya.

Namun saya yakin Pemerintah China lihai dalam menangani kemelut yang terjadi di Tiongkok, karena kemampuan Xin Jinping tidak dapat diragukan lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com