Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Outlook Kebijakan Pajak 2024

Kompas.com - 12/12/2023, 13:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAH resmi menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.988,9 triliun dalam APBN 2024. Untuk mencapai pertumbuhan target sebesar 9,4 persen tersebut, tahun 2024 akan menjadi tahun yang penuh tantangan dan perubahan dalam dunia perpajakan.

Baru-baru ini, pada 29 November, OECD memproyeksikan perlambatan ekonomi global pada 2024. Sementara itu, Bank Dunia turut memprediksi penurunan indeks harga komoditas sebesar 4 persen.

Perlambatan tersebut menjadi sinyal akan melemahnya arus perdagangan global. Kondisi ini akan berimbas pada penerimaan pajak dari sektor impor, yang juga telah terkontraksi hingga 6,9 persen per September 2023.

Meskipun demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2024 tetap optimistis dengan angka 5,2 persen, jauh melebihi rata-rata OECD dan G20 yang masing-masing sebesar 1,4 persen dan 2,8 persen.

Pertumbuhan tersebut diperkirakan akan didorong oleh penguatan pasar tenaga kerja dan daya beli masyarakat.

Kedua sektor esensial inilah yang akan menjadi pilar utama dalam meningkatkan penerimaan pajak penghasilan dan pertambahan nilai.

Untuk mewujudkan potensi fiskal ini, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan bahwa perluasan basis pajak akan menjadi salah satu kebijakan utamanya (Kompas.com, 29/08/2023). Salah satunya adalah melalui integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Dalam Konferensi Pers APBN 2024, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan bahwa penerapannya akan dimulai pada pertengahan 2024, ditunda dari rencana awal pada Januari 2024 (Kompas.com, 25/11/2023).

Penundaan ini terjadi lantaran masih banyak masyarakat yang belum menyelesaikan validasi data. Tercatat baru terdapat 59,3 juta (82,4 persen) dari 72 juta NIK yang telah dilakukan pemadanan per November 2023.

Lebih jauh, integrasi NIK menjadi NPWP sejatinya untuk mempersiapkan sistem administrasi perpajakan baru yang akan diberlakukan mulai pertengahan 2024.

Proyek senilai Rp 2,9 triliun ini nantinya menyatukan seluruh layanan perpajakan dalam portal tunggal yang lebih efisien.

Migrasi sistem perpajakan membawa perubahan besar dalam upaya menyederhanakan administrasi perpajakan.

Sebelumnya, pada 2020, Indonesia menempati peringkat ke-26 dalam sistem administrasi pajak terumit di dunia berdasarkan survei German Research Foundation.

Penyederhanaan lain juga dirancang atas pemotongan pajak penghasilan pegawai atau karyawan, yang lebih dikenal sebagai PPh Pasal 21.

Dijadwalkan berlaku mulai Januari 2024, penggunaan tarif efektif rata-rata akan menggantikan skema tarif progresif disertai penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang berlaku saat ini.

Masih dalam upaya mendukung kemudahan, sejumlah insentif perpajakan turut diberikan sepanjang tahun depan. Nilai anggarannya mencapai Rp 374,5 triliun, menjadi yang tertinggi selama 5 tahun terakhir (Kompas, 22/09/2023).

Dari total nilai tersebut, Rp 75,9 triliun diarahkan untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Insentif pembebasan pajak penghasilan akan tetap berlaku pada 2024 bagi UMKM orang pribadi dengan omzet tidak melebihi Rp 500 juta dalam setahun.

Untuk UMKM lainnya, insentif tarif pajak sebesar 0,5 persen tetap berlaku sesuai jangka waktu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 55/2022.

Jangka waktu tersebut adalah 7 tahun bagi orang pribadi, 3 tahun bagi badan usaha berbentuk perseroan terbatas, dan 4 tahun bagi badan usaha lainnya, dihitung sejak terdaftar sebagai wajib pajak.

Selanjutnya, mengatasi isu backlog perumahan, pemerintah akan menanggung pajak pertambahan nilai atas pembelian rumah dengan harga jual tidak melebihi Rp 5 miliar.

Insentif ini berlaku mulai November 2023 hingga Desember 2024, bersamaan dengan Program Bantuan Biaya Administrasi milik Kementerian PUPR yang menyasar 282.000 unit rumah.

Arah kebijakan pajak 2024 menjanjikan banyak perubahan besar. Pemerintah terus berusaha memberikan kemudahan melalui penyederhanaan administrasi dan insentif perpajakan.

Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat tergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Dengan dukungan bersama, diharapkan dapat terwujud iklim perpajakan yang menguatkan fondasi anggaran untuk membangun ekonomi secara berkelanjutan dan inklusif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Kirim Paket Barang lewat Ekspedisi dengan Aman untuk Pemula

Cara Kirim Paket Barang lewat Ekspedisi dengan Aman untuk Pemula

Whats New
Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Cara Top Up DANA Pakai Virtual Account BRI

Spend Smart
Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Cek Daftar Pinjol Resmi yang Berizin OJK Mei 2024

Whats New
Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Penyaluran Avtur Khusus Penerbangan Haji 2024 Diproyeksi Mencapai 100.000 KL

Whats New
Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Pemilik Kapal Apresiasi Upaya Kemenhub Evakuasi MV Layar Anggun 8 yang Terbakar

Whats New
Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Langkah AJB Bumiputera 1912 Setelah Revisi Rencana Penyehatan Keuangan

Whats New
KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

KKP dan Polri Gagalkan Penyelundupan 125.684 Benih Bening Lobster di Jambi

Whats New
Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Sulbar akan Jadi Penyuplai Produk Pangan untuk IKN, Kementan Beri Benih Gratis

Whats New
Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Emiten Tambang Samindo Resources Catatkan Kenaikan Pendapatan 33,5 Persen Per Kuartal I-2024

Whats New
OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

OJK Sebut Klaim Asuransi Kesehatan Lebih Tinggi dari Premi yang Diterima Perusahaan

Whats New
SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

SKK Migas dan Mubadala Energy Temukan 2 TFC Potensi Gas di Blok South Andaman

Whats New
Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Perkuat Bisnis di RI, Perusahaan Pemurni Air Korea Dapat Sertifikat Halal BPJPH

Whats New
Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Upaya Kemenparekraf Jaring Wisatawan Asing di Korea Selatan

Whats New
Libur 'Long Weekend', 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Libur "Long Weekend", 2 Lintasan Utama ASDP Layani 26.122 Orang dan 125.950 Unit Kendaraan

Whats New
Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com