Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

"Emerging Market" dengan Gejolak Global Masa Kini

Kompas.com - 15/01/2024, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

EMERGING market merupakan negara berkembang yang mulai terlibat dengan pasar global seiring perkembangannya. Sehingga hal ini membawa pengaruh pada sistem keuangan negara tersebut, berada dalam proses transisi untuk menjadi pasar campuran atau bebas.

Negara-negara yang tergolong sebagai emerging market memiliki beberapa karakteristik dari pasar maju.

Ada beberapa kriteria populer untuk dapat disebut dengan “Emerging Market”, yaitu dilihat tingkat pendapatan, kualitas sistem keuangan, dan tingkat pertumbuhan. Daftar ekonomi pasar negara berkembang yang tepat dapat bervariasi tergantung sudut pandang.

Biasanya emerging market juga melakukan investasi strategis yang dapat meningkatkan kapasitas produksinya.

Untuk mencapainya, emerging market mencoba untuk melakukan transisi dari ekonomi tradisional yang fokus pada bidang agrikultur menuju industri yang lebih modern.

Tujuan dari emerging market, yaitu melakukan industrialisasi dengan cepat, serta memberikan dampak pada kualitas hidup yang semakin baik bagi masyarakatnya.

Namun ketika terjadi gejolak global seperti memanasnya geopolitik Israel dan Hamas serta Rusia dan Ukraina, ini merupakan ancaman tersendiri yang harus diwaspadai oleh “emerging market”

Arah kebijakan kedepan

Negara-negara emerging market masih terkait erat dengan negara-negara industri. Idealnya, negara-negara industri dengan politik relatif stabil dan institusi yang kuat akan mempertahankan kebijakan moneter yang disiplin, dengan menyadari bahwa pasar negara berkembang memiliki politik lebih fluktuatif dan institusi kurang kredibel.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, politik di negara-negara industri semakin terpecah, sehingga mendorong respons makroekonomi yang lebih populis dan ekstrem.

Dengan latar belakang ini, otoritas negara-negara berkembang harus mengambil tindakan untuk melindungi perekonomian mereka dari dampak buruk.

Bila memungkinkan hal ini berarti membangun penyangga seperti cadangan devisa, dan menjaga lebih ketat disiplin makroekonomi.

Pendekatan seperti ini memang mengurangi ruang kebijakan negara-negara emerging market, sehingga tidak bisa membelanjakan uangnya dengan leluasa untuk melindungi warga negaranya selama krisis ekonomi atau ketika terjadi bencana.

Mengharuskan pemerintah negara-negara berkembang untuk menargetkan kebijakan redistributif mereka dengan lebih baik, misalnya menawarkan dukungan hanya kepada mereka yang sangat membutuhkan.

Jika semakin mengalihkan beban pengelolaan volatilitas makroekonomi ke tangan pemerintah dan masyarakat negara-negara emerging market, ini bukanlah hal yang ideal. Namun itulah kenyataan yang kini dihadapi oleh negara-negara emerging market.

Adanya gejolak global yang tidak bisa kita hindari, yang harus disiapkan pemerintah starting point-nya adalah pengelolaan arus modal masuk yang menciptakan risiko ketidakstabilan.

Dari sudut pandang ini, risiko yang paling kecil adalah penanaman modal asing. Begitu investor asing melakukan investasinya, maka investasi tersebut sedikit banyak akan tertangkap.

Bagaimanapun juga, investasi tersebut tidak likuid. Bahkan jika perusahaan tersebut dapat dilikuidasi pada saat krisis, perusahaan mungkin akan dilikuidasi dengan harga yang jauh lebih rendah dan dalam mata uang domestik.

Dengan demikian, paling tidak, investor asing akan menanggung kerugian yang diderita negara penerima jika terjadi krisis seperti itu.

Bentuk keuangan yang paling tidak berisiko ke-dua adalah ekuitas portofolio. Meskipun investasi semacam ini pada umumnya jauh lebih likuid dibandingkan penanaman modal asing (FDI), investasi ini memiliki karakteristik lain yang sama: ketika terjadi krisis, investor secara otomatis ikut menanggung kerugian, baik karena pasar saham maupun (biasanya) nilai tukar anjlok.

Bentuk pendanaan ketiga yang paling tidak berisiko, dari sudut pandang negara penerima, adalah obligasi dalam mata uang domestik dengan jangka waktu relatif lama.

Meskipun sebagian besar obligasi memiliki kupon nominal tetap, nilai obligasi ditetapkan dalam mata uang domestik, bukan mata uang asing.

Keuntungan besar dari obligasi tersebut adalah menghilangkan konsekuensi buruk dari ketidaksesuaian mata uang ketika mata uang terpaksa mengalami devaluasi.

Perbedaan besar antara krisis mata uang di negara berpendapatan tinggi dan krisis mata uang di sebagian besar negara berkembang adalah adanya ketidaksesuaian mata uang di negara berpendapatan tinggi.

Jika suatu negara dengan kewajiban mata uang asing bruto yang besar melakukan devaluasi, maka beban utangnya akan melonjak seketika.

Jika banyak perusahaan swasta non-keuangan atau bank mempunyai kewajiban seperti itu, kemungkinan besar mereka juga akan mengalami kebangkrutan massal, seperti yang terjadi pada krisis keuangan Asia.

Bahaya ini terbatas hanya jika negara atau perusahaan tersebut mampu mencocokkan kewajiban mata uang asingnya dengan aset mata uang asing, atau setidaknya jika mereka memiliki pendapatan mata uang asing yang sangat besar.

Jadi jika suatu negara ingin membiayai dirinya sendiri di luar negeri, maka negara tersebut harus melakukannya melalui ekuitas atau obligasi dalam mata uang domestik.

Utang mata uang asing dan utang mata uang asing jangka pendek sangatlah berbahaya, mengingat risiko dari serangan tiba-tiba dari likuiditas pasar itu sangat berbahaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com