Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Pemutakhiran Garis Kemiskinan Indonesia

Kompas.com - 23/02/2024, 08:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM konteks pembangunan, angka kemiskinan dihitung sebagai pijakan dalam penyusunan kebijakan maupun rencana pembangunan nasional.

Angka ini juga berguna untuk memantau dan mengevaluasi program pembangunan, termasuk pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN/RPJPN).

Ukuran kemiskinan yang banyak digunakan di negara berkembang adalah ukuran kemiskinan absolut. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat perbandingan antara tingkat pendapatan atau pengeluaran perkapita penduduk dengan suatu batas yang biasa disebut garis kemiskinan.

Saat ini lembaga yang berwenang mengelurakan statistik resmi terkait angka kemiskinan di Indonesia adalah Badan Pusat Statistik (BPS).

Sejak 1984, BPS sudah menghitung angka kemiskinan yang dipublikasikan dalam publikasi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 1976-1981.

Pengukuran kemiskinan yang digunakan BPS hingga saat ini mengacu pada konsep pemenuhan kebutuhan dasar (basic need approach).

Konsep ini kemudian dijabarkan sebagai ketidakmampuan penduduk dari sudut pandang ekonomi dalam hal pemenuhan kebutuhan makanan maupun bukan makanan yang bersifat mendasar seperti sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Seiring berjalannya waktu sejak 1984, BPS senantiasa berupaya melakukan pemutakhiran terhadap metode penghitungan kemiskinan yang digunakan.

Pemutakhiran metode pengukuran kemiskinan terakhir kali dilakukan BPS pada 1998, yaitu dengan menyempurnakan sekelompok keranjang komoditi dasar makanan dan keranjang komoditi dasar bukan makanan.

Keranjang komoditi dasar makanan dan bukan makanan tersebut digunakan sebagai representasi untuk mengukur dalam nilai rupiah seberapa besar garis kemiskinan.

Nantinya garis inilah yang dipakai sebagai dasar bagi seseorang apakah dikategorikan sebagai penduduk miskin atau tidak.

Sudah dua dekade lebih berlalu sejak penyempurnaan metode penghitungan kemiskinan dilakukan BPS pada 1998. Terjadinya perubahan pola konsumsi penduduk selama dua dekade terakhir menunjukkan adanya perubahan yang signifikan.

Perubahan ini perlu juga untuk diterjemahkan ke dalam penghitungan garis kemiskinan saat ini.

Mengutip data BPS terkait rata-rata pengeluaran per kapita sebulan, secara historis pada periode 1998–2023 proporsi pengeluaran makanan mengalami penurunan sebesar 12,34 poin persen (dari 61,33 persen menjadi 48,99 persen) dan sebaliknya proporsi pengeluaran non makanan mengalami peningkatan dari 38,67 persen menjadi 51,86 persen.

Selain itu terjadi juga pergeseran dari sisi jenis komoditi. Misalnya, komoditas padi-padian, terjadi penurunan proporsi pengeluaran sebesar 10,09 poin persen dari 15,61 persen pada 1998 menjadi 5,52 persen pada 2023.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com